JAKARTA — Pemerintah berpotensi kehilangan penerimaan pajak akibat pemberian berbagai fasilitas insentif pajak untuk mendorong investasi dan hilirisasi industri.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Ketua BKPM Todotua Pasaribu mengungkapkan bahwa pemerintah ingin menambah daya saing global, terutama dalam menarik modal asing langsung.
Oleh sebab itu, pemerintah memberikan banyak fasilitas insentif pajak seperti tax holiday, tax allowance, hingga super deduction.
“Harusnya negara dapat [penerimaan pajak], [jadi] tidak dapat. Tahun 2025 berjalannya waktu sampai kepada Q3 [kuartal III], ada konsolidasi kurang lebih fasilitas itu sudah Rp1.300 triliun,” ungkap Todotua dalam Forum Investasi Nasional 2025 yang diselenggarakan secara daring, Kamis (13/11/2025).
Kendati demikian, dia menjelaskan tidak terealisasi potensi penerimaan pajak yang besar itu bisa terkompensasi dengan masuknya investasi. Menurutnya, banyak negara melakukan strategi serupa.
Dia juga mengatakan bahwa investasi langsung punya imbas yang signifikan yaitu pertumbuhan ekonomi, penyerapan lapangan kerja, hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
“Hitungannya secara makro lagi, tidak didapatkan ini [potensi pajak sekitar Rp1.300 triliun], tapi ini [investasi langsung] akan mengalir kepada langsung ke para pelaku usaha dan lain-lain,” ujarnya.
Adapun dalam paparan Todotua, setidaknya ada tujuh insentif investasi untuk bisnis yang diberikan pemerintah. Pertama, tax holiday yaitu pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan hingga 100% untuk investasi senilai Rp500 miliar atau lebih selama periode 5-20 tahun di industri pionir atau yang memenuhi kriteria industri pionir
Kedua, tax allowance yaitu pengurangan PPh Badan sebesar 30% dari nilai investasi selama 5 tahun, salah satunya untuk sektor panas bumi, pembangkit listrik energi terbarukan, dan industri bioenergi. Selain itu, pembebasan PPh 22 atas barang impor untuk kegiatan panas bumi
Ketiga, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang impor untuk kegiatan panas bumi. Keempat, pembebasan Bea Masuk untuk mesin, barang, dan material untuk industri serta sektor jasa.
Kelima, pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 100% untuk tahap eksplorasi panas bumi. Keenam, pengenaan Pajak Barang Mewah didasarkan pada potensi emisi yang dihasilkan oleh kendaraan (0%-95%) untuk mendorong penjualan dan investasi pada Kendaraan Lastik Berbasis Baterai.
Ketujuh, super tax deduction yaitu pengurangan penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak penghasilan hingga 300% dari biaya kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D), serta hingga 200% untuk kegiatan pelatihan dan vokasi.
———————-
Artikel berjudul “Pemerintah Berpotensi Kehilangan Pajak Rp1.300 Triliun Akibat Tax Holiday Cs
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20251113/259/1928543/pemerintah-berpotensi-kehilangan-pajak-rp1300-triliun-akibat-tax-holiday-cs





