Ada Anomali Setoran Pajak di Sektor Konstruksi, Begini Faktanya

JAKARTA — Pakar perpajakan DDTC Darussalam mengungkap adanya anomali dalam struktur penerimaan pajak di Indonesia, mulai dari kontribusi per sektor lapangan usaha hingga kontribusi per pos penerimaan.

Darussalam mencontohkan sektor konstruksi, yang rata-rata kontribusi ke pembentukan PDB mencapai 10,25% pada 2013—2022. Hanya saja, kontribusi sektor konstruksi ke setoran pajak hanya 4,69%.

“Ini ada apa kira-kira? Kalau kita lihat dalam hal kebijakan pajak, minimnya kontribusi [sektor konstruksi] di pajak dibandingkan kontribusi di PDB-nya karena mungkin kebijakan terkait dengan pengenaan PPh [pajak penghasilan] final,” ujar Darussalam dalam diskusi daring ISEI Jakarta, Selasa (26/8/2025).

Dia pun menilai dalam jangka panjang, skema PPh final di sektor konstruksi kurang ideal karena ada peluang perencanaan pajak yang agresif, ketidakadilan, serta potensi penurunan kepatuhan wajib pajak.

Selain itu ada sektor pertanian yang rata-rata kontribusinya ke pembentukan PDB mencapai 13,17% pada 2013—2022. Kendati demikian, kontribusi sektor pertanian ke penerimaan pajak hanya 1,48%.

Darussalam mengira anomali itu terjadi karena sektor pertanian merupakan sektor informal sehingga sulit dipajaki. Selain itu, ada pengaruh fasilitas pajak untuk pertanian.

Di sisi lain, ada sektor jasa keuangan dan asuransi yang rata-rata kontribusi ke pembentukan PDB hanya sekitar 4,15% pada 2013—2022. Namun, kontribusi sektor jasa keuangan dan asuransi ke penerimaan pajak mencapai 12,43%.

Lebih lanjut, dalam bahan paparannya juga dijelaskan bahwa setoran PPh orang pribadi (OP) masih jauh lebih rendah dari PPh Badan.

Rata-rata selama 2013—2022, PPh OP Pasal 21 berkontribusi hanya 10,7% dan PPh OP Pasal 25/29 berkontribusi cuma 0,7% terhadap total penerimaan pajak. Sementara itu, PPh Badan Pasal 25/29 berkontribusi hingga 17,7% terhadap total penerimaan pajak.

Padahal, Darussalam mengungkapkan, di negara OECD rata-rata kontribusi penerimaan PPh OP (23,6%) hampir lebih tinggi dua kali lipat dibanding penerimaan PPh Badan (12%).

Tanggapi paparan itu, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yon Arsal menjelaskan bahwa statistik perpajakan di Indonesia mencatat penerimaan berdasarkan siapa yang membayar, bukan berdasarkan siapa penanggung pajak sebenarnya.

Dia mencontohkan sektor keuangan yang kontribusinya ke PDB rendah tapi ke penerimaan pajak tinggi. Menurutnya, anomali itu terjadi karena pemotongan untuk biaya bunga dicatat atas penerimaan dari sektor perbankan.

Oleh sebab itu, kontribusi penerimaan pajak dari sektor keuangan dan asuransi menjadi besar. Padahal, sambungnya, yang menanggung pajaknya tetap nasabah dari perbankan itu.

“Kalau yang punya pajaknya kan kita-kita ini, kita dan korporasi yang punya deposito, tabungan, dan sebagainya. Tapi itu dicatatnya di sektor keuangan karena memang disetorkannya oleh perbankan. Perbedaan catatan statistik saja,” jelas Yon pada kesempatan yang sama.

———————-

Artikel berjudul “Ada Anomali Setoran Pajak di Sektor Konstruksi, Begini Faktanya
dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20250826/259/1905770/ada-anomali-setoran-pajak-di-sektor-konstruksi-begini-faktanya