JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mempunyai beban berat untuk mengejar ketertinggalan target penerimaan pajak di APBN 2025.
Apalagi, realisasi penerimaan pajak masih terkontraksi sebesar 3,8% atau berada di angka Rp1.459 triliun (70,2%) dari outlook APBN 2025 senilai Rp2.076,9 triliun.
Dengan kinerja penerimaan tersebut, pemerintah harus mengejar penerimaan sekitar 29,8% atau sekitar Rp617,9 triliun.
Selisih Realisasi Oktober dengan Realisasi 2020-2025
| Tahun | Selisih (%) |
| 2020 | 22,7 |
| 2021 | 25,3 |
| 2022 | 15,6 |
| 2023 | 18,4 |
| 2024 | 21,4 |
| 2025* | 29,8 |
Sumber: Kemenkeu, diolah, 2025 target
Persoalannya, dalam catatan Bisnis, penerimaan pajak 2 bulan terakhir menjelang tutup buku selama 5 tahun terakhir, rata-ratanya hanya berada di kisaran 20,68%. Artinya kalau menggunakan angka rata-rata tersebut, penerimaan pajak hanya akan berada di kisaran 90,9% atau Rp1.869,2 triliun.
Sementara itu, jika dihitung menggunakan rumus realisasi dikali dengan 1/jumlah bulan terakhir dan dikalikan 12 (tahun) atau Rp1.459 x 1/10 x 12, maka realisasi penerimaan pajak kemungkinan berada di kisaran Rp1.750,8 triliun atau di angka 84,2%.
Kinerja penerimaan pajak tahun ini semakin menantang, karena kalau dilihat secara lebih detail, hampir mayoritas jenis pajak penyumbang utama penerimaan masih bekerja di bawah ekspektasi. PPN misalnya, terkontraksi 10,3%, PPh badan minus 9,6%, PPh orang pribadi dan PPh 21 terkontraksi lebih dalam di angka 12,8%.
Restitusi Jadi Biang Keladi
Adapun Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan bahwa realisasi penerimaan pajak itu merupakan secara neto atau sudah termasuk dengan restitusi atau pengembalian pajak.
Apabila dibandingkan dengan realisasi bruto yang mencapai Rp1.799,55 triliun, maka ada pengembalian atau restitusi sekitar Rp340,5 triliun. Realisasi bruto itu juga tumbuh atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu yakni Rp1.767,13 triliun.
Secara terperinci, realisasi penerimaan dari PPh badan dan PPh final, PPh 22 serta PPh 26 terpantau naik untuk realisasi brutonya. Namun demikian, realisasi neto sampai dengan akhir bulan lalu hanya terkumpul Rp1.459,03 triliun atau baru 70,2% dari outlook. Penerimaan pajak neto itu juga lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yakni Rp1.517,54 triliun.
“Dengan data ini bisa dilihat PPh badan secara neto masih negatif, PPh 21 negatif karena bruto juga negatif. PPh final juga negatif sedikit di bawah tahun lalu,” terang Suahasil pada konferensi pers APBN KiTa edisi November 2025, Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Secara terperinci, secara neto penerimaan PPh badan hanya Rp237,56 triliun atau turun 9,6% (yoy). Ini berbeda dengan realisasi brutonya yang tercatat Rp331,39 triliun atau tumbuh 5,3% (yoy).
Kemudian PPh orang pribadi (OP) atau pasal 21 turun lebih dalam yakni 12,8% (yoy). Adapun PPh final, PPh 22 serta PPh 26 realisasinya mencapai Rp275,57 triliun atau turun 0,1% (yoy), sedangkan PPN dan PPnBM turun hingga 10,3% (yoy).
PPN dan PPnBM secara neto tumbuh negatif atau terkontraksi lebih dalam dibandingkan realisasi brutonya. Apabila penerimaan brutonya tercatat Rp796,12 triliun atau turun 2,1% (yoy), penerimaan neto terkontraksi lebih dalam yakni 10,3% (yoy) menjadi Rp556,61 triliun.
“PPN dan PPnBM ini cukup tinggi artinya restitusi cukup tinggi,” ungkap Suahasil.
———————-
Artikel berjudul “Alasan Target Pajak Purbaya Tahun Ini Sulit Terealisasi, Begini Hitungannya!
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20251120/259/1930466/alasan-target-pajak-purbaya-tahun-ini-sulit-terealisasi-begini-hitungannya





