JAKARTA — Pemerintah sepertinya sedang mengakselerasi belanja akibat tren memburuknya penerimaan pajak yang kalau tidak terkelola dengan baik bakal memperlebar realisasi defisit APBN 2025.
Institute for Development of Economics and Finance alias Indef menilai kebijakan pemerintah untuk mengakselerasi belanja di tengah penurunan pendapatan negara sebesar 7,2% hingga akhir September 2025 mencerminkan dilema klasik antara kebutuhan stimulus ekonomi jangka pendek dan disiplin fiskal jangka menengah.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef M. Rizal Taufikurahman mengatakan langkah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mendorong percepatan realisasi belanja K/L pada kuartal IV/2025 merupakan langkah realistis untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, terutama ketika konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama.
“Namun, akselerasi ini hanya akan efektif bila difokuskan pada belanja yang produktif dan siap dieksekusi seperti padat karya, bantuan pangan, serta infrastruktur kecil dan layanan publik yang memiliki multiplier effect [efek penggandaan] tinggi terhadap PDB dan lapangan kerja,” ujar Rizal, dikutip Kamis (16/10/2025).
Masalahnya, sambungnya, ruang fiskal pemerintah makin terbatas akibat pelemahan penerimaan negara akibat restitusi pajak dan turunnya harga komoditas ekspor.
Kemenkeu mencatat pendapatan negara sebesar Rp1.863,3 triliun per akhir September 2025. Angka itu masih turun 7,2% dibandingkan realisasi pendapatan negara pada periode yang sama tahun lalu (Rp2.008,6 triliun).
Dalam kondisi ini, Rizal meyakini kebijakan Kemenkeu untuk menggeser anggaran K/L dengan serapan rendah pada akhir Oktober 2025 menjadi langkah korektif yang tepat agar belanja negara lebih efisien dan berdampak langsung ke ekonomi riil.
“Jika akselerasi belanja tidak disertai dengan re-prioritisasi dan realokasi efisien—dari K/L yang serapannya rendah ke program yang siap dijalankan—risiko pembengkakan defisit bisa meningkat,” jelasnya.
Rizal menilai, secara teknis defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih dapat dijaga dalam batas aman selama Kemenkeu mengatur waktu belanja dan pembiayaan dengan hati-hati.
Dia menyoroti tiga faktor pendukung stabilitas fiskal pada akhir tahun:
Pertama, realisasi defisit yang masih di bawah target memberikan ruang pelebaran terukur di kuartal IV tanpa melanggar batas 3% dari PDB. Kemenkeu mencatat defisit APBN sebesar 1,56% per akhir September 2025.
Kedua, likuiditas perbankan dan saldo anggaran lebih (SAL) yang masih kuat dapat menopang kas jangka pendek. Ketika, strategi front-loading financing atau pendanaan lebih awal yang dilakukan sejak pertengahan tahun menjaga tekanan pada pasar obligasi tetap terkendali.
“Dengan demikian, akselerasi belanja memang perlu dilakukan untuk mencegah perlambatan ekonomi di kuartal IV, tetapi harus berbasis kualitas, bukan kejar serapan,” jelasnya.
Pengajar di Universitas Trilogi Jakarta ini menambahkan bahwa menjaga keseimbangan antara percepatan belanja dan disiplin fiskal menjadi kunci kredibilitas kebijakan ekonomi pemerintah menjelang akhir tahun.
“Pemerintah perlu memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan di sisa 2025 benar-benar menciptakan output riil, menjaga daya beli, dan tidak mengorbankan kredibilitas fiskal yang menjadi fondasi utama stabilitas makro ekonomi Indonesia,” tutup Rizal.
Wanti-wanti Menkeu Purbaya
Adapun, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberi waktu selama 16 hari bagi kementerian/lembaga yang serapan anggarannya belum maksimal untuk segera melakukan optimalisasi.
Adapun, Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa masih ada tiga kementerian/lembaga (K/L) yang serapan anggaran belanjanya masih di bawah 10% per akhir September 2025 yaitu Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Pertanian (Kementan), dan Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen-PU).
“Ini kan tanggal 14 [Oktober] sekarang ya, tinggal 16 hari lagi untuk lembaga-lembaga itu menyiapkan penyerapan anggaran sampai akhir tahun. Kalau enggak nanti akhir Oktober mulai disisir, kita mulai pindah, realokasi ke tempat lain kalau tidak bisa belanja,” jelas Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (14/10/2025).
Mantan ketua dewan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan itu mengaku senang apabila K/L tersebut bisa merealisasikan belanjanya secara maksimal. Realokasi anggaran, sambungnya, hanya langkah terakhir apabila K/L tak sanggup membelanjakan anggarannya dengan maksimal.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Luky Alfirman menambahkan bahwa pihaknya hanya Ingin agar K/L melakukan perbaikan kinerja anggarannya. Dengan demikian, sambungnya, belanja pemerintah bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi akhir 2025.
“Jadi kita akan dorong terus, memfasilitasi, apalagi program-program prioritas pemerintah, arahan dari presiden,” jelas Luky pada kesempatan yang sama.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa secara keseluruhan bahwa realisasi belanja K/L mencapai Rp800,9 triliun per 30 September 2025. Realisasi itu setara 62,8% dari outlook belanja K/L sepanjang tahun ini sebesar Rp1.275,6 triliun.
Suahasil pun memaparkan realisasi belanja 15 K/L dengan anggaran besar. Secara khusus, dia menekankan bahwa masih ada tiga K/L dengan realisasi belanja di bawah 50%.
“Beberapa K/L dengan anggaran besar kita note [beri catatan] bahwa penyerapannya masih di bawah 50%, BGN per tgl 30 September lalu adalah 16,9%, Kementerian PU sedikit di bawah 50% di angka 48,2%, dan Kementan di 32,8%,” ungkap Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (14/10/2025).
Dia pun mewanti-wanti K/L yang realisasi belanjanya masih belum maksimal, agar segara melakukan optimalisasi pada kuartal IV/2025. Suahasil menjelaskan K/L harus melakukan percepatan pelaksanaan kegiatan dan proyek termasuk pengadaan barang dan jasa.
Kendati demikian, sambungnya, K/L tetap melakukan monitoring rencana penggunaan dana dan mendorong pembayaran termin kegiatan sesuai jadwal, sesuai tata kelola, dengan tetap memperhatikan efisiensi, dan terus melakukan inventarisasi kendala untuk mitigasi.
“Kita memerlukan belanja di kuartal IV namun kita juga terus mendorong efisien belanja di tiap kementerian/lembaga,” tutup Suahasil.
———————-
Artikel berjudul “Belanja Pemerintah Seret Ketika Setoran Pajak Anjlok, Apa Risikonya?
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20251016/10/1920277/belanja-pemerintah-seret-ketika-setoran-pajak-anjlok-apa-risikonya