JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memaksimalkan seluruh instrumen untuk mengejar target penerimaan pajak sampai akhir 2025.
Dengan realisasi baru Rp1.459 triliun atau 70,2% dari outlook laporan semester I/2025 senilai Rp2.076,9 triliun, fiskus atau pemungut pajak masih harus mengejar sisa target pemasukan Rp614,9 triliun.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto menyebut pihaknya masih akan menggali seluruh potensi penerimaan dengan beragam strategi yang sudah dicanangkan. Misalnya, dengan mirroring data internal antarunit Kemenkeu seperti Direktorat Jenderal Bea Cukai maupun Direktorat Jenderal Anggaran (untuk PNBP).
“Kemudian data-data yang akan habis untuk audit dan juga untuk penegakan hukum akan kami selesaikan sampai Desember. Selain itu tentu ada strategi kami untuk penegakan hukum yang multi-door approach. dengan semua aparat penegak hukum, kemudian menggabungkan antara tindak pidana perpajakan, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang,” terang Bimo pada konferensi pers APBN KiTa edisi November 2025, Kamis (20/11/2025).
Kemudian, untuk 2026, otoritas pajak akan fokus memperkuat sistem pelayanan elektronik pajak yakni Coretax. Sistem administrasi perpajakan itu bakal digunakan untuk mengawai kepatuhan pembayaran pajak tahun berjalan maupun tahun-tahun sebelumnya.
Bimo juga mengungkap arahan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk mulai memperluas basis penerimaan pajak, supaya tidak lagi mempraktikkan ‘berburu di kebun binatang’. Perluasan atau ekstensifikasi dilakukan dengan basis data yang ada.
“Apakah itu nanti untuk mellaui sistem elektronik misalnya, kemudian juga digital transaction yang lain nanti akan kami lihat sesuai dengan arahan pimpinan,” terang Dirjen Pajak lulusan Taruna Nusantara itu.
Adapun secara umum, penerimaan negara tercatat sebesar Rp2.113,3 triliun atau 73,7% terhadap outlook laporan semester I/2025 yakni Rp2.865,5 triliun. Penerimaan ini di tengah belanja negara sebesar Rp2.593 triliun atau 73,5% terhadap outlook Rp3.527,5 triliun. Dengan demikian, defisit tercatat Rp479,7 triliun atau 2,02% terhadap PDB.
Khusus penerimaaan pajak, tercatat realisasinya sebesar Rp1.459 triliun atau baru 70,2% terhadap outlook Rp2.076,9 triliun. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan bahwa realisasi neto penerimaan pajak sampai dengan akhir bulan lalu hanya terkumpul Rp1.459,03 triliun atau baru 70,2% dari outlook.
Penerimaan pajak neto itu juga lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yakni Rp1.517,54 triliun.
“Dengan data ini bisa dilihat PPh badan secara neto masih negatif, PPh 21 negatif karena bruto juga negatif. PPh final juga negatif sedikit di bawah tahun lalu,” terang Suahasil pada konferensi pers APBN KiTa edisi November 2025, Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Secara terperinci, secara neto penerimaan PPh badan hanya Rp237,56 triliun atau turun 9,6% (yoy). Ini berbeda dengan realisasi brutonya yang tercatat Rp331,39 triliun atau tumbuh 5,3% (yoy).
Kemudian PPh orang pribadi (OP) atau pasal 21 turun lebih dalam yakni 12,8% (yoy). Adapun PPh final, PPh 22 serta PPh 26 realisasinya mencapai Rp275,57 triliun atau turun 0,1% (yoy), sedangkan PPN dan PPnBM turun hingga 10,3% (yoy).
PPN dan PPnBM secara neto tumbuh negatif atau terkontraksi lebih dalam dibandingkan realisasi brutonya. Apabila penerimaan brutonya tercatat Rp796,12 triliun atau turun 2,1% (yoy), penerimaan neto terkontraksi lebih dalam yakni 10,3% (yoy) menjadi Rp556,61 triliun. “PPN dan PPnBM ini cukup tinggi artinya restitusi cukup tinggi,” ungkap Suahasil.
———————-
Artikel berjudul “Dirjen Pajak Bimo ungkap Strategi, Meski Target Pajak Sulit Tercapai
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20251120/259/1930513/dirjen-pajak-bimo-ungkap-strategi-meski-target-pajak-sulit-tercapai





