JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menilai perpanjangan insentif pajak penghasilan (PPh) pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) untuk buruh sektor padat karya dapat mendorong daya beli masyarakat. Namun, pengusaha lokal belum mendapat manfaat sepenuhnya.
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta menyebut manfaat dari pemotongan beban pajak tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk pembelian produk tekstil lokal.
“Itu lumayan dorong daya beli, tapi sepertinya benefitnya lebih pada produk impor, karena dorongan daya beli ini tidak dirasakan oleh produk lokal,” kata Redma kepada Bisnis, Minggu (21/9/2025).
Dia menduga pemulihan daya beli justru dimanfaatkan konsumen untuk membeli produk pakaian jadi yang impor dan lebih murah. Kondisi ini yang membuat produsen lokal masih stagnan kinerjanya.
Apalagi, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) impor pakaian bekas yang merupakan praktik ilegal ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Nilai impor pakaian bekas (HS 63090000) tercatat senilai US$1,31 juta dengan volume 1,09 juta kg pada Januari-Juli 2025.
Angka tersebut nyaris mendekati nilai dan volume impor pakaian bekas pada 2024 lalu yang mencapai US$1,5 juta dengan volume 3,86 juta kg sepanjang tahun lalu.
Di sisi lain, pihaknya justru mengharapkan insentif yang menyasar ke industri. Sebab, pelaku usaha juga mulai kesulitan bertahan karena ongkos produksi yang mahal sehingga harga jual tidak mampu bersaing dengan produk impor murah.
“Terlebih PPh 21 DTP ini kan sama sekali tidak berpengaruh pada penurunan beban biaya di industri,” ujarnya.
Dalam hal ini, dia menyoroti kebutuhan efisiensi ongkos produksi dari sisi beban energi, pajak dan beban bunga. Sementara dari segi upah perlu dijaga untuk mengungkit daya beli.
“Tapi kalau pemerintah maunya kita bertarung bebas dengan barang impor dumping dan ilegal, pemerintah harus kasih insentif yang bisa langsung menurunkan biaya produksi setara 40%, jadi persaingannya equal [setara],” pungkasnya.
Untuk diketahui, pemerintah akan memperpanjang pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) untuk pekerja industri padat karya hingga tahun depan, khususnya bagi pekerja dengan penghasilan maksimal Rp10 juta per bulan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, insentif khusus industri padat karya yang mulai berlaku pada awal tahun ini itu akan kembali menyasar pekerja sektor alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit.
“Ini juga dilanjutkan yang [pekerja dengan gaji maksimal] Rp10 juta itu ditanggung pemerintah ini targetnya 1,7 juta pekerja,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Presiden RI, Senin (15/9/2025).
Adapun, Airlangga menuturkan bahwa alokasi anggaran untuk insentif padat karya tahun ini senilai Rp800 miliar. Dia pun memastikan kebijakan ini akan berlanjut untuk tahun depan.
———————-
Artikel berjudul “Efek Insentif Pajak Penghasilan: Daya Beli Naik, Pengusaha Lokal Masih Gigit Jari
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20250921/257/1913238/efek-insentif-pajak-penghasilan-daya-beli-naik-pengusaha-lokal-masih-gigit-jari





