JAKARTA — Forum Group of Twenty atau G20 kembali mengeluarkan Leaders’ Declaration sebelum penutupan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang tahun ini diselenggarakan di Afrika Selatan. Pada deklarasi itu, negara-negara dengan ekonomi terbesar dunia masih menyoroti berbagai masalah dalam rencana penerapan pajak minimum global (global minimum tax).
Untuk diketahui, pajak minimum global sebesar 15% termasuk dalam Pilar 2 pajak global yang ditawarkan oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) serta G20. Aturan itu mengharuskan penerapan pajak sebesar 15% bagi perusahaan multinasional dengan pendapatan global tahunan di atas 750 juta euro.
Dengan demikian, dunia bisa mengurangi persaingan antarnegara untuk menetapkan tarif pajak rendah (race to the bottom) demi menarik investasi. Belakangan, lebih dari 49 negara, termasuk Indonesia yang merupakan anggota G20, sudah mulai menerapkan Pilar 2 pajak global itu di peraturan perundang-undangannya.
Pada G20 South Africa Summit: Leaders’ Declaration, khususnya di bagian sistem perpajakan internasional, para negara anggota menyatakan bakal terus terlibat secara konstruktif untuk menangani kekhawatiran terkait dengan Pilar 2 pajak minimum global.
Tujuan bersama negara-negara G20 ke depan adalah untuk mencari solusi yang seimbang dan praktis serta diterima oleh seluruh pihak sesegera mungkin. Solusi penerapan global minimum tax (GMT) itu dinilai perlu mencakup komitmen untuk memastikan setiap risiko substansial yang mungkin teridentifikasi terkait dengan kesetaraan.
“Termasuk pembahasan tentang perlakuan yang adil terhadap insentif pajak berbasis substansi, dan risiko erosi basis pajak dan pengalihan laba (BEPS), ditangani dan akan memfasilitasi kemajuan lebih lanjut untuk menstabilkan sistem perpajakan internasional, termasuk dialog konstruktif tentang tantangan perpajakan yang timbul dari digitalisasi ekonomi,” bunyi Leaders’ Declaration G20 Afrika Selatan, dikutip Bisnis, Minggu (23/11/2025).
Sebagaimana Deklarasi G20 tahun lalu yang dipimpin Brasil, upaya-upaya penerapan pajak minimum global juga akan dibahas antara negara-negara anggota, serta mempertahankan kedaulatan pajak masing-masing negara.
Masih merujuk pada G20 Brasil, khususnya pada Deklarasi Tingkat Menteri atas Kerja Sama Perpajakan Internasional, negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu tahun ini juga memutuskan untuk tetap menyambut keputusan Inclusive Framework (IF) dalam mengadopsi pendekatan secara bertahap dan berbasis bukti. Tujuannya yakni untuk melihat mobilitas global serta untuk memahami interaksi antara kebijakan pajak, ketimpangan serta pertumbuhan.
Negara-negara G20 juga menyoroti langkah serupa oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Framework Convention on International Tax Cooperation. Mereka menyatakan bakal tetap bekerja sama dengan organisasi-organisasi lain, dengan memastikan agar tidak ada upaya-upaya yang terduplikasi.
Di sisi lain, negara-negara anggota turut menyambut laporan inventarisasi proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) dari OECD dan G20. Laporan ini menunjukkan bahwa kemajuan signifikan dapat dicapai melalui kerja sama.
“Terdapat peluang untuk memperluas pencapaian ini dengan kerangka kerja OECD baru yang akan memungkinkan yurisdiksi yang berkepentingan untuk memperkuat transparansi perpajakan internasional atas properti tidak bergerak secara sukarela,” bunyi deklarasi tersebut.
Tidak hanya itu, negara-negara G20 juga menggarisbawahi ihwal Domestic Resource Mobilization (DRM) sebagai tujuan bersama. Di bawah Presiden Afrika Selatan, DRM dipandang sebagai sumber pendanaan paling efektif. Tidak hanya itu, administrasi penerimaan juga dinilai sebagai pilar esensial bagi sistem perpajakan.
“Koordinasi dan kolaborasi di antara penyedia pembangunan kapasitas adalah penting, serta pendekatan terstruktur terhadap reformasi—yang dimiliki negara, dipimpin oleh negara, yang memenuhi kontrak sosial dengan wajib pajak–sangatlah berharga. Kami menantikan Konferensi Platform untuk Kolaborasi Pajak (PCT) tentang Pajak dan Pembangunan DRM di Tokyo tahun depan,” pungkasnya.
Adapun dalam catatan Bisnis pada deklarasi G20 Brasil tahun lalu, usulan pengenaan pajak minimum untuk orang super kaya alias high net worth individual (HNWI) juga belum disepakati sepenuhnya oleh negara-negara anggota.
Berdasarkan hasil Leaders’ Declaration Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 Brasil Hari Pertama, G20 menyatakan bahwa akan menghargai setiap kedaulatan perpajakan setiap negara. Untuk diketahui, individu dengan kekayaan sangat tinggi atau HNWI adalah orang yang memiliki aset likuid setidaknya US$1 juta setelah memperhitungkan kewajiban mereka.
Forum hanya akan memastikan bakal terlibat secara kooperatif agar memastikan para individu dengan kekayaan sangat tinggi atau high net worth individual (HNWI) dipajaki secara efektif.
“Dengan penghormatan penuh terhadap kedaulatan pajak, kami akan berusaha untuk terlibat secara kooperatif guna memastikan individu dengan kekayaan sangat tinggi dipajaki secara efektif,” bunyi dokumen Leaders’ Declaration KTT G20 Brasil Hari Pertama, yang diterbitkan pada Senin (18/11/2024).
———————-
Artikel berjudul “G20 Belum Seirama Soal Pajak Minimum Global, Ini Permasalahannya
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20251123/259/1930988/g20-belum-seirama-soal-pajak-minimum-global-ini-permasalahannya





