Genjot Daya Beli, Ditjen Pajak Bantah Tak Beri Insentif ke Kelas Menengah

JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak alias Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menegaskan bahwa pemerintah telah memberikan sederet insentif bagi masyarakat kelas menengah untuk mendukung daya beli. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti menuturkan saat ini terdapat beberapa insentif sebagai skema penguatan daya beli, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP). 

Seperti halnya PPN DTP Perumahan untuk pembelian rumah tapak dengan harga sampai dengan Rp5 miliar. Bukan hanya itu, pemerintah juga menanggung PPN untuk pembelian mobil listrik.

“Apakah benar masyarakat yang golongan menengah ini tidak diberi insentif? Ada skema penguatan daya beli masyarakat, misalnya PPN DTP. Ini skema insentif kepada masyarakat dengan penghasilan menengah ke atas,” ujarnya dalam kanal YouTube Direktorat Jenderal Pajak, Selasa (26/11/2024). 

Kedua industri properti dan otomotif dinilai menjadi sektor yang plaing berdampak karena memiliki jumlah tenaga kerja yang besar. 

Alhasil, pemberian insentif diharapkan dapat mendorong permintaan barang—dalam hal ini rumah dan kendaraan—dan memberikan efek berganda kepada industri yang mendukung sektor tersebut.

Sebut saja dengan meningkatnya permintaan rumah akan mendorong permintaan rumah baru dan membuat permintaan pasir, batu bata, kaca, hingga perabotan rumah ikut meningkat.

Insentif lainnya yang pemerintah berikan bagi kelas menengah, yakni beragam subsidi mulai dari listrik, solar, minyak tanah, LPG, hingga Bahan Bakar Minyak (BBM). Per 2023 saja, pemerintah mengeluarkan Rp68,7 triliun untuk subsidi listrik. 

“Pertalite yang juga masih disubsidi oleh pemerintah. Yang punya motor pasti golongan menengah ke atas. Ini adalah belanja-belanja subsidi yang memang disiapkan,” tutur Dwi Astuti. 

Selain itu, sebelumnya Dwi Astuti juga menyebutkan bahwa pemerintah telah memberikan kelonggaran perpajakan terhadap Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) Waupun Badan. Seperti Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari sebelumnya Rp50 juta per tahun, menjadi Rp60 juta. Kemudian juga PPh Badan yang turun dari 25% menjadi 22%.

Meski demikian, suntikan yang pemerintah berikan tersebut dinilai kurang dalam menopang daya beli masyarakat kelas menengah, terlebih dengan adanya kenaikan PPN menjadi 12%.

Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto menyebutkan bahwa pemerintah perlu memberi tambahan berbagai insentif untuk kelompok masyarakat kelas menengah sebagai kompensasi apabila PPN naik jadi 12% pada tahun depan. 

Pasalnya, kelas menengah tidak cukup miskin untuk menadapat bantuan sosial (bansos) yang bersifat sembako. Oleh sebab itu, dia menyarankan agar kompensasi untuk kelas menengah berupa insentif sektor transportasi, internet, hingga pendidikan. 

Sementara sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit meminta pemerintah untuk memberikan dukungan yang lebih seimbang terhadap berbagai kelas ekonomi.

Dolfie mengatakan bahwa pemberian insentif fiskal selama ini lebih banyak difokuskan pada masyarakat kelas bawah dan atas. Padahal, kondisi kelas menengah turut mempengaruhi kondisi perekonomian domestik. 

“Selama ini [intervensi] yang paling banyak adalah [untuk masyarakat] miskin, rentan miskin. Kelas menengah, menuju kelas menengah mungkin tergantung dari tetesan dari kelas atas,” katanya dalam siaran pers, Kamis (29/8/2024).

———————-

Artikel berjudul “Genjot Daya Beli, Ditjen Pajak Bantah Tak Beri Insentif ke Kelas Menengah
dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20241127/9/1819594/genjot-daya-beli-ditjen-pajak-bantah-tak-beri-insentif-ke-kelas-menengah