Hitam-Putih Wacana Dana Bagi Hasil Pajak Karyawan Berdasarkan Domisili

JAKARTA — Pemerintah tengah mengkaji perubahan skema dana bagi hasil pajak penghasilan Pasal 21 (PPh 21). Pungutan yang mulanya berbasis lokasi perusahaan pemotong, diusulkan berubah menjadi berbasis domisili karyawan. Wacana tersebut menuai pro dan kontra.

Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono meyakini setiap regulasi pajak selalu lahir dari latar belakang tertentu. Menurutnya, wacana skema baru bagi hasil PPh 21 dimaksudkan untuk memastikan distribusi hasil pajak lebih merata.

“Keadilan distributif itu mengatur bagaimana barang, kekayaan, hak, dan beban didistribusikan secara adil di antara anggota masyarakat. Tujuan adalah untuk menyeimbangkan kesenjangan. Jadi, asas ini berfokus pada hasil distribusi, misalnya kekayaan, dan bukan pada proses,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (7/8/2025).

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute ini menjelaskan, PPh 21 yang dipotong dari penghasilan pekerja dan dibagihasilkan ke pemerintah daerah sesuai domisili pekerja memungkinkan distribusi dana pajak ke daerah. Hal ini membuat dana pajak tidak lagi terpusat di kota-kota besar.

Dia mencontohkan, jika sebuah perusahaan di Jakarta memiliki 1.000 pekerja yang domisilinya tersebar di 20 kabupaten/kota di luar Jakarta, maka dana bagi hasil PPh 21 akan mengalir ke 20 daerah tersebut.

“Kondisi demikian akan lebih memeratakan dana bagi hasil dari pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten/kota di luar Jakarta,” jelasnya.

Prianto menilai cara ini bisa membantu mengurangi kesenjangan fiskal antarwilayah. Selama ini, perusahaan besar umumnya berlokasi di Jakarta atau kota besar lain sehingga penerimaan dana bagi hasil PPh 21 lebih banyak dinikmati daerah tersebut.

Pendapat berbeda disampaikan Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar. Menurut Fajry, kebijakan ini bisa menimbulkan diskriminasi perekrutan tenaga kerja karena dapat mendorong perusahaan hanya merekrut buruh yang sesuai dengan domisili tertentu.

“Perusahaan selama ini juga mendapatkan manfaat secara tidak langsung dari fasilitas umum yang diberikan pemerintah daerah,” jelasnya, Sabtu (6/9/2025).

Dia memberi catatan bahwa perubahan skema dana bagi hasil tidak otomatis menyelesaikan persoalan penurunan anggaran transfer ke daerah (TKD) seperti yang tercantum dalam RAPBN 2026.

Meski demikian, dia mengakui ada potensi tambahan penerimaan bagi daerah di luar kota-kota besar/industri. Hanya saja, manfaat wacana skema baru itu diyakini hanya akan banyak dirasakan oleh daerah penyangga kota besar.

“Saya menduga dampaknya akan terbatas, hanya antarwilayah di Pulau Jawa saja, tidak menyentuh masalah ketimpangan sebenarnya yakni antara Pulau Jawa dengan lainnya atau wilayah Barat dengan Timur,” tegasnya.

Rencana Pemerintah

Kementerian Keuangan sebagai inisiator skema baru pembagian hasil PPh 21 menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk menghadirkan keadilan bagi daerah.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan bahwa saat ini mekanisme bagi hasil PPh 21 masih mengacu pada lokasi pemotong pajak, bukan domisili karyawan.

“Untuk PPh karyawan atau PPh 21 yang dipotong dan dibagihasilkan ke daerah, selama ini memang mendasarkan diri kepada pemotongnya. Nah kami sekarang saat ini sedang melakukan exercise untuk melakukan bagi hasil berdasarkan domisili dari karyawan bersangkutan,” ujarnya dalam rapat kerja dengan DPD secara virtual, dikutip Rabu (3/9/2025).

Anggito menjelaskan bahwa skema berbasis domisili diyakini akan lebih adil serta menjawab aspirasi daerah yang selama ini meminta keadilan pembagian pajak.

Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah, terutama yang memiliki banyak pekerja tetapi tidak menjadi pusat pemotongan pajak. Meski begitu, Anggito menegaskan bahwa PPh Badan tidak akan mengikuti skema baru ini.

“Untuk PPh badan tidak dibagihasilkan, jadi pemungut di manapun saja itu tidak memengaruhi aspek bagi hasil pajaknya,” jelasnya.

Mengutip situs resmi Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan, penyaluran dana bagi hasil PPh 21 dilaksanakan berdasarkan prognosis realisasi penerimaan dalam tahun anggaran berjalan dan dilaksanakan secara kuartalan.

Perinciannya, penyaluran kuartal I sampai dengan kuartal III masing-masing sebesar 20% dari alokasi sementara. Sementara penyaluran kuartal IV didasarkan pada selisih antara pembagian definitif dengan jumlah dana yang telah dicairkan selama kuartal I sampai dengan kuartal III.

Dalam skema yang berlaku saat ini, dana bagi hasil PPh 21 dibagi dengan rincian 8% untuk provinsi yang bersangkutan dan 12% untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Sementara PPh 21 untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dibagi dengan rincian 8,4% untuk kabupaten/ kota tempat wajib pajak terdaftar dan 3,6% untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dengan bagian yang sama besar.

———————-

Artikel berjudul “Hitam-Putih Wacana Dana Bagi Hasil Pajak Karyawan Berdasarkan Domisili
dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20250907/259/1909027/hitam-putih-wacana-dana-bagi-hasil-pajak-karyawan-berdasarkan-domisili