JAKARTA – Anggota Dewan Pakar Tim Kemenangan Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming yang juga merupakan kakak ipar Prabowo Subianto, Soedradjad Djiwandono menyebut rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) alias tax ratio Indonesia saat ini masih rendah.
Sebagaimana diketahui, saat ini tax ratio Indonesia baru menyentuh level sekitar 10% terhadap PDB. Soedradjad yang juga merupakan Guru Besar Bidang Ekonomi Internasional Nanyang Technological University Singapura dan Gubernur Bank Indonesia Periode 1993-1998 mengatakan angka tersebut kalah saing dibandingkan negara-negara tetangga.
“Kita kalah sama Laos, saya malu,” kata Soedradjad dalam acara Mid Year Banking and Economic Outlook Infobank pada Selasa (2/7/2024) di Jakarta.
Dia juga mengatakan tax ratio Indonesia saat ini kalah dibandingkan era pemerintahan Soeharto.
“Zaman saya di pemerintahan dulu era Pak Harto, tax ratio hampir 16%, kalau sekarang hanya 10%,” ujarnya.
Adapun, pemerintah sendiri menargetkan tax ratio mencapai kisaran 11,2% hingga 12% terhadap PDB pada 2025. Menurut Soedradjad, terdapat sejumlah langkah yang bisa dilakukan pemerintah ke depan dalam mencapai target tersebut.
Salah satu langkah yang bisa diambil adalah menghilangkan praktik curang atau kongkalikong dengan penerima pajak. Selain itu, laju pertumbuhan ekonomi mesti terus digenjot.
“Laju pertumbuhan membaik ini akan menambah penerimaan dari pajak juga. Itu bisa dinaikan sampai 2% misalnya,” kata Soedradjad.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyampaikan bahwa tax ratio Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan tax ratio di negara-negara anggota Asean, G20, bahkan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
“Indonesia rasio perpajakannya masih rendah kalau kita membandingkannya dengan negara Asean, OECD, negara G20,” katanya dalam acara Mandiri Investment Forum 2024, pada Maret lalu (5/3/2024).
Sri Mulyani menjelaskan, rendahnya tax ratio salah satunya dipengaruhi oleh adanya beberapa sektor ekonom yang tidak dipajaki, misalnya yang terkait dengan upaya untuk menurunkan tingkat kemiskinan, yaitu pemberlakuan penghasilan tidak kena pajak.
“Indonesia sangat tinggi untuk kategori ini jika dibandingkan dengan yang lebih kaya negaranya seperti negara tetangga sekitar kita,” jelasnya.
Selain itu, dengan sektor informal yang mendominasi di Indonesia, banyak fasilitas yang menikmati pengecualian pajak, misalnya terkait kesehatan dan pendidikan.
Dia juga menyampaikan, erosi basis pajak juga merupakan tantangan yang perlu ditangani pemerintah secara serius.
Di sisi lain, kata dia, rasio pajak yang mengalami penurunan signifikan karena pandemi Covid-19, saat ini telah terakselerasi kembali.
———————-
Artikel berjudul “Ipar Prabowo, Soedrajad Djiwandono Ungkap Cara Capai Target Tax Ratio 12%
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20240703/259/1778952/ipar-prabowo-soedrajad-djiwandono-ungkap-cara-capai-target-tax-ratio-12