Kerek Angka Kepatuhan Pajak, Sinergi Tripartit Capai 97% Wilayah

JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu, dan pemerintah daerah (Pemda) memperluas sinergi optimalisasi penerimaan pajak melalui penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Tripartit Tahap VII.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengatakan bahwa kerja sama tripartit ini menjadi momentum penting untuk mempererat kolaborasi berkelanjutan antarinstansi dalam mendukung penerimaan negara serta pelaksanaan tugas di bidang perpajakan.

“Kerja sama antara tripartit selama ini sudah berjalan melalui beberapa aktivitas-aktivitas yang terkait dengan pertukaran data dan informasi sesuai dengan PP 31/2012 dan PMK 228/2017. Data dan informasi itu telah kami manfaatkan secara optimum untuk menguji kepatuhan formal dan kepatuhan material wajib pajak,” ujar Bimo dalam acara Penandatanganan PKS Tripartit 2025 secara daring, Rabu (15/10/2025).

Dia menjelaskan bahwa PKS Tripartit telah memasuki tahap ketujuh sejak dimulai sebagai proyek percontohan pada 2019 bersama tujuh pemerintah daerah. Kali ini, sambungnya, penandatanganan melibatkan DJP, DJPK, serta 109 Pemda provinsi, kabupaten, dan kota.

Dari total 546 Pemda di Indonesia, sebanyak 493 atau 90% telah memiliki PKS Tripartit hingga Oktober 2025. Adapun pada tahap ketujuh ini, 32 Pemda bergabung sebagai peserta baru, sedangkan 77 Pemda memperpanjang kerja sama sebelumnya.

“Sehingga penandatanganan PKS Tahap VII OP4D [Optimalisasi Pemungutan Pajak Pusat dan Daerah] tercatat mencapai 97% atau 527 dari 546 Pemda,” ungkap Bimo.

Dia memaparkan bahwa hingga Februari 2025, telah diterbitkan 26 surat izin Menteri Keuangan untuk pembukaan data dan informasi kepada 280 Pemda, mencakup 13.985 wajib pajak dalam 533 daftar sasaran pengawasan bersama (DSPB). Kegiatan ini dilakukan antara DJP dan Pemda secara terkoordinasi.

Hanya saja, Bimo menyampaikan bahwa tingkat kepatuhan agregat wajib pajak baru mencapai 44,3%, sedangkan tingkat kelengkapan data 55,63% berdasarkan rekapitulasi 2019–2024.

“Tentu ini menjadi kerjaan rumah bersama untuk meningkatkan tingkat kepatuhan maupun tingkat kelengkapan antara DJP, DJPK, dan para Pemda,” katanya.

Lebih lanjut dalam pelaksanaan pengawasan penerimaan, DJP mencatat realisasi penerimaan pajak pusat hingga kuartal II/2025 mencapai Rp26,8 miliar, sementara penerimaan pajak daerah hasil pengawasan bersama mencapai Rp175,98 miliar.

Bimo juga menyoroti kontribusi Pemda dalam kegiatan Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) yang terbukti meningkatkan pendaftaran NPWP sebesar 13% serta kepatuhan penyampaian SPT sebesar 13% hingga akhir 2024.

Dia pun berharap sinergi antara DJP, DJPK, dan Pemda terus diperkuat untuk meningkatkan kualitas pertukaran data dan informasi, memperluas edukasi perpajakan, dan mendorong kepatuhan yang lebih baik ke depan.

“Semoga [kerja sama] ini bisa meningkat secara kualitas, tidak hanya kuantitas. Oleh karena itu, kami sangat terbuka untuk menerima saran, masukan dan diskusi yang saling membangun. Kami juga sangat terbuka untuk kembali meningkatkan kolaborasi-kolaborasi apabila di tahap-tahap sebelumnya, di enam tahap sebelumnya masih terdapat banyak kekurangan,” tutup Bimo.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Askolani menambahkan bahwa penguatan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pemungutan pajak tidak boleh berhenti pada seremoni penandatanganan perjanjian kerja sama.

Dia menggarisbawahi bahwa implementasi di lapangan menjadi kunci agar optimalisasi penerimaan benar-benar berdampak terhadap penguatan fiskal nasional.

Asko mencatat pada 2025 ini, realisasi pendapatan daerah telah mencapai Rp850 triliun, dengan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp256 triliun atau 30% dari total pendapatan. Menurutnya, capaian tersebut menunjukkan pentingnya konsolidasi lebih lanjut terkait kebijakan pajak secara harmonis antara pusat dan daerah.

“Kita mungkin sama visinya, kita bukan berburu di kebun binatang. Ini selalu diingatkan oleh pimpinan dan juga Presiden, kita harusnya juga melihat peluang-peluang yang bisa juga menjadi potensi di luar kebun binatang,” katanya pada kesempatan yang sama.

Dia menambahkan, kebijakan perpajakan ke depan perlu lebih diarahkan pada sektor ekonomi produktif, agar pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah saling memperkuat. Kegiatan ekonomi, menurutnya, yang meningkat akan memperluas basis pajak baik di pusat maupun daerah sehingga dampaknya bisa dirasakan masyarakat.

“Jangan kemudian kita dominan mengarahkan kepada masyarakat, individual, yang tentunya harus kita support dan kita sikapin secara seimbang,” ujar Askolani.

———————-

Artikel berjudul “Kerek Angka Kepatuhan Pajak, Sinergi Tripartit Capai 97% Wilayah
dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20251015/259/1920639/kerek-angka-kepatuhan-pajak-sinergi-tripartit-capai-97-wilayah