JAKARTA — Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81/2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) pada Kamis (14/11/2024). Beleid itu akan berlaku mulai 1 Januari 2025 mendatang.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Dwi Astuti mengatakan bahwa poin-poin yang diatur dalam PMK ini menjadi dasar hukum implementasi hasil penataan ulang proses bisnis (business process reengineering) pada sistem inti administrasi perpajakan yang baru.
“PMK ini berdampak pada 42 peraturan yang sekarang masih berlaku. Saat ini kami sedang menggodok aturan turunan yang merupakan petunjuk pelaksanaan PMK 81/2024,” katanya dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (16/11/2024).
Lebih lanjut, latar belakang penerbitan PMK ini adalah kebutuhan akan regulasi dalam rangka pelaksanaan pembaruan sistem administrasi perpajakan yang lebih transparan, efektif, akuntabel dan fleksibel.
Dia menjelaskan, reformasi pajak melibatkan lima pilar, yaitu pilar organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi dan basis data, proses bisnis, dan peraturan perundang-undangan.
“Pilar teknologi informasi dan basis data, serta proses bisnis inilah yang perlu diatur melalui regulasi yang komprehensif,” sambungnya.
Dengan demikian, terbitnya aturan ini dinilai dapat memfasilitasi kemudahan-kemudahan yang akan dinikmati oleh wajib pajak.
Berikut sejumlah kemudahan dalam PMK 81/2024 menurut Ditjen Pajak:
- Registrasi menjadi lebih mudah, dapat dilakukan di semua Kantor Pelayanan Pajak (borderless), melalui berbagai saluran yang disediakan oleh Ditjen Pajak atau melalui pihak lain (omni channel), dan tervalidasi dengan sumber data (single source of truth).
- Tersedianya akun wajib pajak (taxpayer account) yang dapat diakses secara daring melalui Portal Wajib Pajak, sehingga memudahkan Wajib Pajak untuk dapat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik.
- Jatuh tempo pembayaran atau penyetoran masa beberapa jenis pajak diseragamkan menjadi tanggal 15 bulan berikutnya. Penyeragaman tersebut memudahkan tata kelola dan administrasi pembayaran pajak.
- Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran dan penyetoran pajak menggunakan Deposit Pajak. Keberadaan deposit pajak dapat menghindarkan wajib pajak dari risiko keterlambatan pembayaran pajak.
- Pemerintah mempermudah proses permohonan fasilitas PPh tanpa perlu melampirkan Surat Keterangan Fiskal (SKF) sepanjang wajib pajak telah memenuhi kriteria yang ditentukan. Sebelumnya, untuk memperoleh fasilitas PPh, wajib pajak harus melampirkan SKF wajib pajak dan/atau seluruh pemegang saham.
- Satu kode billing dapat digunakan untuk membayar lebih dari satu jenis setoran pajak, dari yang sebelumnya hanya bisa digunakan untuk membayar satu jenis setoran pajak.
- Kemudahan dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan fitur prepopulated. Sebelumnya, fitur prepopulated amat bergantung pada pelaporan SPT Pemotong Pajak dan terbatas pada jenis pajak PPh Pasal 21. Ke depannya, fitur prepopulated otomatis akan tersedia dalam Coretax karena bukti potong dibuat di sana. Fitur ini tidak hanya mengakomodasi PPh Pasal 21, tetapi juga mencakup PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, dan PPh Final Pasal 4 ayat (2), sehingga pelaporan SPT Tahunan PPh akan lebih efisien.
- Pendaftaran objek PBB untuk memperoleh Nomor Objek Pajak (NOP) dan pelaporan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dilakukan pada KPP tempat Wajib Pajak Pusat terdaftar.
———————-
Artikel berjudul “Ketentuan Anyar Sistem Administrasi Perpajakan Terbit, Ini Detailnya
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20241116/259/1816464/ketentuan-anyar-sistem-administrasi-perpajakan-terbit-ini-detailnya