Nyaris Tanpa Terobosan, Shortfall Bakal Melebar, Setoran Pajak di Kisaran 80%-90%

JAKARTA – Kinerja penerimaan pajak masih loyo. Pada Agustus 2025, realisasinya masih di angka Rp1.135,4 triliun atau 54,7% dari outlook APBN 2025 senilai Rp2.076,9 triliun. Penerimaan pajak pada Agustus 2025 juga terkontraksi 5,1% secara year on year.

Sebagai perbandingan, pada tahun lalu kendati sama-sama terkontraksi, penerimaan pajak masih bisa menembus angka 62,3% dari target senilai Rp1.921,9 triliun. Kalau dalam hitungan Bisnis, dengan mengacu pada penerimaan tahun 2022-2024, besaran penerimaan 4 bulan terakhir berada di kisaran 31,7% – 38% dari realisasi penerimaan pajak.

Itu artinya, jika penerimaan pajak per Agustus hanya di angka 54,7%, dengan basis realisasi 4 bulan terakhir selama 2022-2024, kinerja penerimaan pajak 2025 hanya akan berada di angka 86,4%. Sementara capaian paling optimistis di angka 92,7%.

Sementara itu jika dihitung secara nominal dengan mengambil basis periode yang sama, penerimaan selama 4 bulan terakhir paling hanya akan berada di kisaran Rp544,9 triliun – Rp735,86 triliun. Artinya dengan realisasi penerimaan di angka Rp1.135,4 triliun per Agustus 2025, maka penerimaan pajak tahun 2025 diperkirakan di angka 80,9% – 90,1% dari outlook APBN 2025 senilai Rp2.076,9 triliun.

Persoalannya untuk mencapai outlook APBN 2025, pemerintah masih membutuhkan penerimaan senilai Rp941,5 triliun. Sementara itu, kondisi perekonomian domestik juga belum sepenuhnya pulih. Tidak ada momentum booming komoditas atau hajatan politik seperti tahun-tahun sebelumnya. 

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyatakan tidak memiliki kebijakan baru untuk mengejar target penerimaan pajak. Dia hanya akan memanfaatkan instrumen yang sudah ada. Meskipun kalau mengacu kepada pernyataannya, terobosan yang dilakukan oleh Bimo cenderung lazim dan sudah dilakukan oleh Dirjen Pajak sebelumnya.

“Pertukaran data, kamu tahu enggak kalau itu belum efektif dan efisien. Sekarang gini ada tunggakan pajak, ada ketidakpatuhan terus surat keterangan fiskal tidak diberikan kalau ternyata tidak dipatuhi tidak akan dilakukan perpanjangan perizinan, itu kan tidak dilakukan selama ini,” kata Bimo kepada Bisnis, Senin kemarin.

Bimo sendiri masih optimistis otoritas pajak yang dipimpinnya akan mampu mengejar sisa target penerimaan pajak. Dia juga cukup yakin penerimaan pajak masih sesuai outlook APBN 2025. “Sesuai outlook Insyaallah,” tukas Bimo.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ketika ditemui Bisnis masih merahasiakan strategi apa saja yang akan ditempuh untuk mengejar target penerimaan pajak. Purbaya hanya mengatakan akan bertemu beberapa pihak pekan ini. “Ada beberapa effort yang akan kami lakukan, tetapi belum bisa saya sampaikan. Saya akan menemui beberapa pihak dalam seminggu ini, harusnya sih tidak ada masalah.”  

Proyeksi Pengamat 

Adapun Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono memperkirakan penerimaan hingga akhir tahun hanya akan mencapai Rp1.703,1 triliun atau sekitar 82% dari outlook, jika tren Januari–Agustus berlanjut tanpa perubahan signifikan.

“Proyeksi Januari—Desember 2025 dalam rupiah: Rp1.135,40 triliun x 1/8 x 12 = Rp1.703,1 triliun. Proyeksi Januari—Desember 2025 dalam persen: Rp1.703,1 triliun Rp2.076,90 triliun x 100% = 82%,” jelas Prianto, Senin (22/9/2025).

Dia menyoroti enam langkah program hasil cepat (quick win) Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang dinilai tidak serta merta bisa mendongkrak penerimaan dalam waktu singkat.

Pertama, penempatan dana pemerintah di bank BUMN diharapkan mendorong kredit, konsumsi, dan tenaga kerja sehingga memperluas basis PPN dalam negeri. Namun, Prianto mengingatkan adanya risiko investasi fiktif bila prinsip kehati-hatian perbankan longgar. Kedua, penagihan terhadap 200 penunggak pajak besar dengan target Rp50–60 triliun bergantung pada ketersediaan aset yang bisa segera dilelang.

Ketiga, penegakan hukum lewat joint program berpotensi menambah penerimaan bila wajib pajak patuh, tetapi berisiko molor jika kasus masuk pengadilan. Keempat, pertukaran data antarinstansi berdasarkan Pasal 35A UU KUP belum langsung berdampak karena data perlu klarifikasi melalui SP2DK.

Kelima, perbaikan Coretax masih menyisakan masalah downtime dan kompleksitas sistem. Stabilitas penuh baru ditargetkan akhir 2025 sehingga kontribusinya terbatas tahun ini. Keenam, penindakan cukai rokok ilegal hanya efektif bila distributor besar bisa ditindak. Jika tidak, tambahan penerimaan minim.

Senada, Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menilai outlook penerimaan pajak Rp2.076,9 triliun sulit tercapai. Hingga Agustus, capaian baru 54,7% dari target, lebih rendah dibanding 63,25% pada periode yang sama tahun lalu.

“Sebagai gambaran, capaian ini pada periode yang sama merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir. Meskipun berat, tapi bukan tidak mungkin untuk dicapai,” ujar Wahyu.

Dia menekankan pentingnya menjaga stabilitas ekonomi, terutama daya beli masyarakat dan kinerja keuangan korporasi. “Dengan terjaganya konsumsi akan menimbulkan dampak lanjutan pada penerimaan pajak. Upaya menyuntikkan dana Rp200 triliun ke perbankan bisa menjadi salah satunya,” jelasnya.

———————-

Artikel berjudul “Nyaris Tanpa Terobosan, Shortfall Bakal Melebar, Setoran Pajak di Kisaran 80%-90%
dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20250923/259/1913811/nyaris-tanpa-terobosan-shortfall-bakal-melebar-setoran-pajak-di-kisaran-80-90