Peraturan Daerah Nomor : 43 Tahun 2024

PERATURAN GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 43 TAHUN 2024

TENTANG

ADMINISTRASI DAN TATA CARA PEMBERIAN KEMUDAHAN PERPAJAKAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 103 ayat (11) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Pasal 100 ayat (11) Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Administrasi dan Tata Cara Pemberian Kemudahan Perpajakan Daerah;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856); 
  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6881);
  5. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2024 Nomor 201, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2041);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN GUBERNUR TENTANG ADMINISTRASI DAN TATA CARA PEMBERIAN KEMUDAHAN PERPAJAKAN DAERAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:

  1. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang selanjutnya disebut Provinsi DKI Jakarta adalah provinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang selanjutnya disebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah Gubernur dan perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
  3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
  4. Badan Pendapatan Daerah adalah Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta.
  5. Kepala Badan Pendapatan Daerah yang selanjutnya disebut Kepala Badan adalah Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta.
  6. Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang berada satu tingkat di bawah Kepala Badan Pendapatan Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  8. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  9. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
  10. Utang Pajak adalah Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administratif berupa bunga, denda, dan/atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
  11. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak yang terutang untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri oleh Wajib Pajak dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Gubernur atau menjadi dasar bagi Gubernur untuk menetapkan Pajak terutang untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Gubernur.

BAB II
KEMUDAHAN PERPAJAKAN DAERAH

Pasal 2

Gubernur dapat memberikan kemudahan perpajakan daerah kepada Wajib Pajak, berupa:

a. perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak; atau
b. pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak.

Pasal 3

(1) Perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Wajib Pajak yang mengalami keadaan kahar (force majeure) sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban Pajak pada waktunya.
(2) Perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan Gubernur secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
(3) Perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan paling lama 12 (dua belas) bulan.
(4) Wajib Pajak yang melakukan pembayaran atau pelaporan Pajak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam Keputusan tentang perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan pajak, tidak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
(5) Jika Wajib Pajak tidak melakukan pembayaran atau pelaporan Pajak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam Keputusan tentang perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan pajak, Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

Pasal 4

(1) Pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dilakukan dalam hal Wajib Pajak mengalami kesulitan keuangan/likuiditas atau keadaan kahar (force majeure) sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pelunasan Pajak pada waktunya.
(2) Pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Gubernur berdasarkan permohonan Wajib Pajak paling lama untuk jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan.
(3) Pembayaran angsuran setiap masa angsuran dan pembayaran Pajak yang ditunda disertai bunga yang besarannya mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan umum pajak daerah dan retribusi daerah.

Pasal 5

(1) Keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1) meliputi:

a. bencana alam;
b. kebakaran;
c. kerusuhan massal atau huru hara;
d. wabah penyakit; dan/atau
e. keadaan lain berdasarkan pertimbangan Gubernur.
(2) Keadaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 6

Gubernur mendelegasikan pemberian kemudahan perpajakan daerah berupa perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak dan/atau pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak yang didasarkan pada permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (2) kepada Kepala Badan atau Pejabat yang ditunjuk.

BAB III
MEKANISME

Bagian Kesatu
Mekanisme Perpanjangan Batas Waktu Pembayaran atau Pelaporan Pajak Secara Jabatan

Pasal 7

(1) Gubernur karena jabatannya atau berdasarkan usulan Kepala Badan dapat memberikan perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. latar belakang diajukannya usulan pemberian perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak secara jabatan;
b. tujuan pemberian perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak secara jabatan; dan
c. saran pemberian perpanjangan batas waktu pembayaran dan pelaporan Pajak secara jabatan.
(3) Pemberian perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Bagian Kedua
Mekanisme Perpanjangan Batas Waktu Pembayaran atau Pelaporan Pajak Berdasarkan Permohonan

Paragraf 1
Tata Cara Pengajuan Permohonan

Pasal 8

(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat mengajukan perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak dengan menyampaikan surat permohonan kepada Kepala Badan melalui Pejabat yang ditunjuk.
(2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Wajib Pajak atau kuasanya, dengan memuat:

1. data Wajib Pajak;
2. data objek Pajak; dan
3. jumlah Pajak terutang atau Utang Pajak.
b. mengemukakan alasan pengajuan permohonan terkait adanya keadaan kahar (force majeure) yang dialami Wajib Pajak; dan
c. mencantumkan tanggal batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak yang dimohonkan.
(3) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan dokumen berupa:

a. fotokopi/hasil pindai kartu tanda penduduk untuk Wajib Pajak orang pribadi;
b. fotokopi/hasil pindai kartu tanda penduduk atau identitas pengurus dan fotokopi akta pendirian dan perubahannya untuk Wajib Pajak Badan;
c. surat kuasa bermaterai jika dikuasakan beserta fotokopi kartu tanda penduduk penerima kuasa;
d. data, informasi, keterangan atau hal lain yang dapat membuktikan adanya keadaan kahar (force majeure);
e. dalam hal pengajuan permohonan perpanjangan batas waktu pembayaran Pajak, melampirkan:

1. surat ketetapan Pajak atau surat sejenisnya untuk yang telah ada ketetapan Pajak; atau
2. penghitungan sementara Pajak terutang untuk yang belum ada surat ketetapan Pajak atau surat sejenisnya.
f. dalam hal pengajuan permohonan perpanjangan pelaporan Pajak, melampirkan:

1. penghitungan sementara Pajak terutang untuk yang belum ada surat ketetapan Pajak atau surat sejenisnya; dan
2. bukti pembayaran atau penyetoran Pajak, apabila telah dilakukan pembayaran Pajak.
(4) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan perpanjangan batas waktu pembayaran dan pelaporan Pajak untuk Masa Pajak yang sama, pengajuan dapat disampaikan dalam 1 (satu) surat permohonan.
(5) Penyampaian surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. penyampaian langsung;
b. penyampaian melalui pos atau jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat;
c. secara elektronik; atau
d. cara lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
(6) Surat permohonan yang disampaikan melalui cara penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan huruf b diberikan tanda terima oleh petugas yang merupakan tanda bukti penerimaan surat permohonan.

Pasal 9

Wajib Pajak yang telah diberikan kemudahan perpajakan daerah berupa perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak berdasarkan permohonan, tidak dapat mengajukan permohonan pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak yang sama atau sebaliknya.

Paragraf 2
Tata Cara Penyelesaian Permohonan

Pasal 10

(1) Pejabat yang ditunjuk menindaklanjuti surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) melakukan penelitian terhadap permohonan tersebut.
(2) Dalam rangka penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat yang ditunjuk dapat meminta data, informasi, dan/atau keterangan yang diperlukan.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil penelitian yang paling sedikit memuat:

a. data Wajib Pajak;
b. data objek Pajak;
c. uraian pertimbangan; dan
d. simpulan dan hal lain yang dianggap perlu dan berkaitan dengan permohonan Wajib Pajak atau kuasanya.
(4) Jika hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan bahwa surat permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), Pejabat yang ditunjuk menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak atau kuasanya yang pengajuannya tidak memenuhi ketentuan dengan disertai alasan pertimbangan.
(5) Wajib Pajak atau kuasanya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat melakukan perbaikan surat permohonan, selama memenuhi ketentuan Pasal 3 ayat (1).
(6) Jika hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan bahwa surat permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pejabat yang ditunjuk menindaklanjuti dengan menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasan pertimbangan.
(7) Jika hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan bahwa surat permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), Pejabat yang ditunjuk menindaklanjuti dengan menerbitkan Keputusan tentang perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan pajak.
(8) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa:

a. menyetujui perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak sesuai dengan permohonan Wajib Pajak atau kuasanya; atau
b. menyetujui sebagian perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak yang dimohonkan Wajib Pajak atau kuasanya.
(9) Proses penyelesaian surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima.
(10) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (9) Pejabat yang ditunjuk belum menyelesaikan permohonan dengan:

a. menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak atau kuasanya yang pengajuannya tidak memenuhi ketentuan dengan disertai alasan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4);
b. menyampaikan surat penolakan dengan disertai alasan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6); atau
c. menerbitkan Keputusan tentang perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7),

maka pengajuan permohonan dianggap disetujui sesuai dengan permohonan Wajib Pajak atau kuasanya.

(11) Surat permohonan yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (10), ditindaklanjuti dengan menerbitkan Keputusan tentang perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan pajak.
(12) Keputusan tentang perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (11), tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).

Bagian Ketiga
Mekanisme Pemberian Fasilitas Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak Terutang atau Utang Pajak

Paragraf 1
Tata Cara Pengajuan Permohonan

Pasal 11

(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat mengajukan permohonan pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak dengan menyampaikan surat permohonan kepada Kepala Badan melalui Pejabat yang ditunjuk.
(2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Wajib Pajak atau kuasanya dengan memuat:

1. data Wajib Pajak;
2. data objek Pajak; dan
3. jumlah Pajak terutang atau Utang Pajak.
b. mengemukakan alasan pengajuan permohonan pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak;
c. untuk pengajuan permohonan pemberian fasilitas angsuran disampaikan usulan penghitungan pembayaran untuk setiap masa angsuran; dan
d. untuk pengajuan permohonan pemberian fasilitas penundaan pembayaran disampaikan usulan tanggal pembayaran.
(3) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan dokumen berupa:

a. fotokopi/hasil pindai kartu tanda penduduk untuk Wajib Pajak orang pribadi;
b. fotokopi/hasil pindai kartu tanda penduduk atau identitas pengurus dan fotokopi akta pendirian dan perubahannya untuk Wajib Pajak Badan;
c. surat kuasa bermaterai jika dikuasakan beserta fotokopi kartu tanda penduduk penerima kuasa;
d. dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan karena mengalami kesulitan keuangan/likuiditas, dilampirkan laporan keuangan;
e. dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan karena keadaan kahar (force majeure), dilampirkan data, informasi, keterangan atau hal lain yang dapat membuktikan adanya keadaan kahar (force majeure);
f. untuk permohonan pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran atas Pajak terutang atau yang belum ada surat ketetapan Pajak, melampirkan penghitungan untuk Masa Pajak yang dimohonkan;
g. untuk permohonan pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran atas Utang Pajak atau yang telah ada surat ketetapan Pajak, melampirkan surat ketetapan Pajak atau surat sejenisnya; dan
h. untuk permohonan pemberian fasilitas angsuran atas Utang Pajak yang telah dilakukan penagihan dengan surat paksa, dilampirkan surat paksa.
(4) Dalam hal permohonan pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran atas Utang Pajak yang telah dilakukan penagihan Pajak dengan surat paksa, Wajib Pajak atau penanggung Pajak harus menyerahkan jaminan berupa barang bergerak dan/atau tidak bergerak.
(5) Penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diberikan tanda terima jaminan oleh Jurusita Pajak Daerah dengan diketahui Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah Kota/Kabupaten Administrasi atau Kepala Unit Pelayanan Pemungutan Pajak Daerah.
(6) Penyampaian surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. penyampaian langsung;
b. penyampaian melalui pos atau jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat;
c. secara elektronik; atau
d. cara lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
(7) Surat permohonan yang disampaikan melalui cara penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dan huruf b diberikan tanda terima oleh petugas yang merupakan tanda bukti penerimaan surat permohonan.

Pasal 12

Wajib Pajak yang telah diberikan kemudahan perpajakan daerah berupa pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak, tidak dapat mengajukan permohonan perpanjangan batas waktu pembayaran atau pelaporan Pajak berdasarkan permohonan yang sama atau sebaliknya.

Paragraf 2
Tata Cara Penyelesaian Permohonan

Pasal 13

(1) Pejabat yang ditunjuk menindaklanjuti surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) melakukan penelitian terhadap permohonan tersebut.
(2) Dalam rangka penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat yang ditunjuk dapat meminta data, informasi, dan/atau keterangan yang diperlukan.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil penelitian yang paling sedikit memuat:

a. data Wajib Pajak;
b. data objek Pajak;
c. uraian pertimbangan; dan
d. simpulan dan hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan permohonan Wajib Pajak atau kuasanya.
(4) Jika hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan bahwa surat permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), Pejabat yang ditunjuk menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak atau kuasanya yang pengajuannya tidak memenuhi ketentuan dengan disertai alasan pertimbangan.
(5) Wajib Pajak atau kuasanya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat melakukan perbaikan surat permohonan, selama memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (1).
(6) Jika hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan bahwa surat permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (4), Pejabat yang ditunjuk menindaklanjuti dengan menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasan pertimbangan.
(7) Jika hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan bahwa surat permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pejabat yang ditunjuk menindaklanjuti dengan menerbitkan Keputusan tentang pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak.
(8) Dalam pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pejabat yang ditunjuk memperhatikan kepatuhan Wajib Pajak dalam pembayaran Pajak selama 2 (dua) tahun terakhir.
(9) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa:

a. menyetujui jumlah angsuran Pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak; atau
b. menyetujui sebagian jumlah angsuran Pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan yang dimohonkan Wajib Pajak.
(10) Proses penyelesaian surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima.
(11) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (10) Pejabat yang ditunjuk belum menyelesaikan permohonan dengan:

a. menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak atau kuasanya yang pengajuannya tidak memenuhi ketentuan dengan disertai alasan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4);
b. menyampaikan surat penolakan kepada Wajib Pajak atau kuasanya yang pengajuannya tidak memenuhi ketentuan dengan disertai alasan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6); atau
c. menerbitkan Keputusan tentang pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7),

maka pengajuan permohonan dianggap disetujui sesuai dengan permohonan Wajib Pajak atau kuasanya.

(12) Surat permohonan yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (11), ditindaklanjuti dengan menerbitkan Keputusan tentang pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak.
(13) Keputusan tentang pemberian fasilitas angsuran atau penundaan pembayaran Pajak terutang atau Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (12), tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).

BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 14

Apabila permohonan Wajib Pajak untuk diberikan kemudahan perpajakan daerah atas Pajak terutang atau Utang Pajak yang telah melewati jangka waktu atau batas waktu pembayaran dan/atau pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah disetujui, Gubernur secara jabatan menghapuskan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda yang timbul sebelum diajukannya permohonan tersebut.

Pasal 15

Jika Wajib Pajak tidak melakukan pembayaran Pajak sesuai dengan Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (9), dapat dilakukan upaya penagihan Pajak dengan surat paksa.

 

Pasal 16

(1) Badan Pendapatan Daerah mengembangkan sistem informasi pajak daerah dalam rangka pemberian kemudahan perpajakan daerah secara elektronik.
(2) Bentuk dokumen administrasi perpajakan daerah yangdiperlukan dalam rangka pemberian kemudahan perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Gubernur ini, ditetapkan oleh Kepala Badan.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 17

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, terhadap permohonan perpanjangan atau penundaan penyampaian surat pemberitahuan pajak daerah dan/atau permohonan angsuran atau penundaan pembayaran Pajak yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini dan belum diselesaikan setelah berlakunya Peraturan Gubernur ini, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Peraturan Gubernur ini.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 18

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku:

a. Peraturan Gubernur Nomor 100 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan, Persyaratan dan Pembayaran Angsuran serta Penundaan Pembayaran Pajak (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2014 Nomor 61023); dan
b. Peraturan Gubernur Nomor 183 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 100 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan, Persyaratan dan Pembayaran Angsuran serta Penundaan Pembayaran Pajak (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2014 Nomor 71039),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 19

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 November 2024
Pj. GUBERNUR DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

ttd

TEGUH SETYABUDI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 November 2024
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

ttd

JOKO AGUS SETYONO

BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2024 NOMOR 22020