Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER – 11/BC/2024

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR
PER – 11/BC/2024

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-1/BC/2023 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN FISIK BARANG IMPOR

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :

  1. bahwa petunjuk pelaksanaan pemeriksaan fisik barang Impor telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-1/BC/2023;
  2. bahwa sehubungan dengan pemanfaatan Alat Pemindai Peti Kemas dalam rangka peningkatan pelayanan dan pengawasan kepabeanan serta penyempurnaan mekanisme pemeriksaan fisik barang, perlu dilakukan penyesuaian petunjuk pelaksanaan pemeriksaan fisik barang Impor;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER- 1/BC/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang Impor;

Mengingat  :

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.04/2022 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1240);
  2. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER- 1/BC/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang Impor;

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-1/BC/2023 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN FISIK BARANG IMPOR.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-1/BC/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang Impor, diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan angka 15 dan angka 16 Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

1. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
2. Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang dipersamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
3. Tempat Penimbunan Pabean yang selanjutnya disingkat TPP adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu, yang disediakan oleh pemerintah di kantor pabean, yang berada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
4. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
5. Importir adalah orang perseorangan atau lembaga atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
6. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa Importir.
7. Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah Importir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan.
8. Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) yang selanjutnya disingkat AEO adalah operator ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu.
9. Pemberitahuan Pabean Impor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean Impor dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
10. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, dokumen identifikasi barang, dokumen pemenuhan persyaratan Impor, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
11. Penelitian Dokumen adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau sistem komputer untuk memastikan bahwa pemberitahuan pabean dibuat dengan lengkap dan benar.
12. Pemeriksaan Fisik Barang adalah pemeriksaan atas barang guna memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan atau dokumen yang diajukan.
13. Instruksi Pemeriksaan adalah instruksi yang diterbitkan oleh sistem komputer pelayanan atau Pejabat Bea dan Cukai kepada Pejabat Pemeriksa Fisik untuk melaksanakan Pemeriksaan Fisik Barang.
14. Laporan Hasil Pemeriksaan Fisik Barang yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang dibuat Pejabat Pemeriksa Fisik mengenai hasil Pemeriksaan Fisik Barang.
15. Rekomendasi Hasil Analisis Tampilan yang selanjutnya disingkat RHAT adalah rekomendasi yang dibuat oleh Pejabat Pemindai Peti Kemas kepada Pejabat Pemeriksa Fisik berdasarkan hasil analisis tampilan Alat Pemindai.
16. Laporan Hasil Analisis Tampilan yang selanjutnya disingkat LHAT adalah laporan yang dibuat oleh Pejabat Pemindai Peti Kemas mengenai hasil analisis tampilan Alat Pemindai.
17. Berita Acara Pemeriksaan Fisik Barang yang selanjutnya disebut BAP Fisik adalah berita acara mengenai proses Pemeriksaan Fisik Barang dan hal-hal lain terkait berlangsungnya Pemeriksaan Fisik Barang.
18. Peti Kemas adalah peti atau kotak yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan standar internasional (International Standard Organization) sebagai alat atau perangkat pengangkutan barang.
19. Alat Pemindai adalah alat yang digunakan untuk melakukan Pemeriksaan Fisik Barang dalam Peti Kemas atau kemasan dengan menggunakan teknologi sinar X (X-Ray), sinar gamma (Gamma Ray), atau teknologi pemindai lainnya.
20. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh kantor pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
21. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
22. Unit Pengawasan adalah unit kerja pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan kegiatan intelijen, penindakan, penyidikan, dan kegiatan lain dalam rangka pengawasan.
23. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
24. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
25. Pejabat Pemeriksa Dokumen adalah Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang untuk melakukan penelitian dan penetapan atas data pemberitahuan pabean.
26. Pejabat Pemeriksa Fisik adalah Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang untuk melakukan Pemeriksaan Fisik Barang Impor dengan membuka kemasan barang dan ditunjuk secara langsung melalui SKP atau oleh Pejabat Bea dan Cukai.
27. Pejabat Pemindai Peti Kemas adalah Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang untuk melakukan Pemeriksaan Fisik Barang Impor dengan menggunakan Alat Pemindai dan ditunjuk secara langsung melalui SKP atau oleh Pejabat Bea dan Cukai.

   

2. Ketentuan ayat (5) Pasal 2 diubah dan ditambahkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (6), ayat (7), dan ayat (8), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

(1) Terhadap barang Impor dapat dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang secara selektif berdasarkan analisis manajemen risiko.
(2) Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:

a. memeriksa kesesuaian jumlah dan/atau jenis barang;
b. memperoleh informasi mengenai spesifikasi uraian barang yang diberitahukan secara lengkap;
c. memperoleh informasi mengenai negara asal barang dan/atau bagian dari barang; dan/atau
d. memeriksa kemungkinan adanya barang yang tidak diberitahukan dalam pemberitahuan pabean.
(3) Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

a. membuka kemasan barang; dan/atau
b. menggunakan Alat Pemindai.
(4) Pemeriksaan dengan membuka kemasan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dilakukan dengan:

a. kehadiran Pejabat Pemeriksa Fisik secara langsung di tempat pemeriksaan; atau
b. melalui media elektronik
(5) Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b berlaku sebagai:

a. pemeriksaan pendahuluan sebelum Pemeriksaan Fisik Barang oleh Pejabat Pemeriksa Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a; atau
b. pengganti pemeriksaan dengan membuka kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.
(6) Dalam hal pada Kawasan Pabean atau TPS telah tersedia Alat Pemindai Peti Kemas dan siap untuk diberlakukan, terhadap barang Impor yang diangkut menggunakan Peti Kemas dan:

a. akan dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang dengan membuka kemasan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dilakukan pemeriksaan pendahuluan dengan menggunakan Alat Pemindai Peti Kemas; atau
b. akan dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau TPS tanpa dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang, dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai Peti Kemas.
(7) Kepala Kantor Pabean menetapkan pemberlakuan pemanfaatan Alat Pemindai Peti Kemas sebagaimana dimaksud pada ayat (6) pada Kawasan Pabean atau TPS.
(8) Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dikecualikan terhadap barang Impor yang berdasarkan pertimbangan teknis tidak dapat dilakukan pemindaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai pemeriksaan pabean di bidang impor.

   

3. Di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 4 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (3a) dan ayat (3b), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1) SKP menunjuk Pejabat Pemeriksa Fisik untuk melakukan Pemeriksaan Fisik Barang setelah barang disiapkan oleh:

a. Importir;
b. PPJK; atau
c. pengusaha TPS.
(2) Penunjukan Pejabat Pemeriksa Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Instruksi Pemeriksaan.
(3) Instruksi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat tingkat Pemeriksaan Fisik Barang yang didasarkan pada:

a. profil atas operator ekonomi;
b. profil komoditi;
c. pemberitahuan pabean;
d. metode acak;
e. informasi intelijen; dan/atau
f. kriteria lain yang ditentukan oleh Unit Pengawasan.
(3a) Instruksi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memuat instruksi untuk dilakukan:

a. pembuatan lorong dalam Peti Kemas pada sisi kiri, tengah, atau kanan; dan/atau
b. pengeluaran barang pada sisi tertentu sesuai hasil analisis tampilan Alat Pemindai.
(3b) Instruksi pembuatan lorong sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) huruf a dilakukan secara acak oleh SKP.
(4) Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap 1 (satu) orang Pejabat Pemeriksa Fisik untuk 1 (satu) Pemberitahuan Pabean Impor.
(5) Pejabat Pemeriksa Fisik yang ditunjuk oleh SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pemeriksa Fisik yang tidak sedang melaksanakan Pemeriksaan Fisik Barang.
(6) Instruksi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Simulasi dan contoh penerapan tingkat Pemeriksan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan simulasi yang tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

     

4. Pasal 10 dihapus.
 
5. Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 4 (empat) pasal yakni Pasal 10A, Pasal 10B, Pasal 10C, dan Pasal 10D, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10A

(1) Pejabat Pemeriksa Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) melakukan Pemeriksaan Fisik Barang atas barang Impor yang diangkut dalam Peti Kemas dengan cara:

a. mencocokkan nomor, ukuran, jumlah, dan jenis Peti Kemas dengan Dokumen Pelengkap Pabean dan/atau Pemberitahuan Pabean Impor;
b. memeriksa segel Peti Kemas;
c. mengawasi pembukaan Peti Kemas;
d. mengawasi pengeluaran (stripping) atas seluruh barang dari dalam Peti Kemas, dalam hal dilakukan pengeluaran (stripping);
e. menghitung jumlah kemasan dan mencocokkan jenis kemasan dari setiap Peti Kemas;
f. mengawasi pembukaan kemasan; dan
g. mencocokkan jumlah dan jenis barang dengan daftar kemasan (packing list), Pemberitahuan Pabean Impor, dan/atau petunjuk ukuran lainnya.
(2) Dalam hal Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan dengan cara membuka kemasan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a, Pejabat Pemeriksa Fisik meminta Importir atau PPJK untuk membuka Peti Kemas dan/atau kemasan yang akan diperiksa.

 

Pasal 10B

(1) Pengeluaran (stripping) atas seluruh barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (1) huruf d dapat dikecualikan terhadap:

a. barang milik Importir berstatus AEO dan/atau MITA Kepabeanan;
b. barang yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean Impor yang memuat paling banyak 3 (tiga) jenis barang;
c. barang yang susunannya dalam Peti Kemas dapat dihitung jumlah kemasan setiap jenis barang tanpa perlu dilakukan pengeluaran (stripping) keseluruhan;
d. barang yang berdasarkan hasil analisis Alat Pemindai pendahuluan tidak terdapat indikasi kesalahan jenis barang; dan/atau
e. barang Impor dengan karakteristik yang memungkinkan untuk dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang tanpa pengeluaran (stripping) atas seluruh barang dari dalam Peti Kemas,

sepanjang memenuhi tujuan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

(2) Terhadap barang Impor yang dikecualikan dari pengeluaran (stripping) atas seluruh barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

a. dilakukan pengeluaran (stripping) atas sebagian barang dari dalam Peti Kemas sampai terlihat dinding belakang dari Peti Kemas seperti dibuat lorong;
b. dilakukan pengeluaran (stripping) atas sebagian barang dari dalam Peti Kemas secara minimal; atau
c. tidak dilakukan pengeluaran (stripping) barang dari dalam Peti Kemas.

Pasal 10C

(1) Pejabat Pemeriksa Fisik menentukan kemasan yang akan diperiksa sesuai dengan professional judgement, dalam hal:

a. nomor kemasan atau kode penanda kemasan lainnya (marking) yang ditunjuk dalam Instruksi Pemeriksaan tidak ditemukan dari barang yang telah dikeluarkan (stripping) dari Peti Kemas; atau
b. Instruksi Pemeriksaan tidak memuat nomor kemasan atau kode penanda kemasan lainnya (marking) yang harus diperiksa.
(2) Pembukaan kemasan yang jumlahnya lebih sedikit dari jumlah kemasan yang ditentukan berdasarkan tingkat pemeriksaan (secara sampel) dapat dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Fisik berdasarkan professional judgement, dalam hal:

a. barang telah dilakukan pemeriksaan pendahuluan dengan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf a dan hasil pemeriksaan menunjukkan:

1. tidak terdapat indikasi anomali jenis barang; dan
2. terdiri dari 1 (satu) jenis barang dan 1 (satu) pos tarif;
b. kemasan yang diperiksa:

1. berukuran standar; dan
2. jumlah dan jenis barang dalam kemasan sama; dan/atau
c. direkomendasikan oleh Pejabat Pemindai Peti Kemas.
(3) Dalam hal jumlah kemasan yang ditentukan berdasarkan tingkat pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah lebih dari 5 (lima) kemasan, kemasan yang dibuka berjumlah paling sedikit 5 (lima) kemasan.
(4) Professional judgement sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan penerapan pelatihan, pengetahuan, dan pengalaman yang memberikan keyakinan kesesuaian barang kepada Pejabat Pemeriksa Fisik dalam Pemeriksaan Fisik Barang.

Pasal 10D

(1) Pemeriksaan Fisik Barang dapat ditingkatkan menjadi pemeriksaan mendalam untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(2) Pemeriksaan mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:

a. ditemukan jumlah dan/atau jenis barang tidak sesuai dengan dokumen yang digunakan sebagai dasar Pemeriksaan Fisik Barang;
b. terdapat indikasi ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang dengan dokumen yang digunakan sebagai dasar Pemeriksaan Fisik Barang berdasarkan hasil analisis tampilan Alat Pemindai;
c. terdapat informasi intelijen;
d. barang Impor dalam bentuk curah;
e. barang Impor dikemas dengan kemasan tidak bernomor atau tidak memiliki kode penanda kemasan lainnya (marking); dan/atau
f. nomor kemasan atau kode penanda kemasan lainnya (marking) tidak sesuai dengan Dokumen Pelengkap Pabean.
(3) Dalam melaksanakan pemeriksaan mendalam, Pejabat Pemeriksa Fisik dapat:

a. membuka kemasan melebihi tingkat pemeriksaan dalam Instruksi Pemeriksaan;
b. menginstruksikan pengeluaran (stripping) atas seluruh barang dari dalam Peti Kemas jika sebelumnya belum dilakukan; dan
c. hal lain yang dianggap perlu untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

   

6.

Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 11

 

(1) Pejabat Pemeriksa Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (1) menentukan Peti Kemas lain untuk diperiksa dalam hal Peti Kemas dalam 1 (satu) Pemberitahuan Pabean Impor berjumlah paling banyak 5 (lima) dan jumlah kemasan dari Peti Kemas yang ditunjuk dalam Instruksi Pemeriksaan belum memenuhi tingkat pemeriksaan.
(2) Pengeluaran (stripping) barang dari Peti Kemas lain untuk diperiksa yang ditentukan oleh Pejabat Pemeriksa Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan jumlah kemasan yang diperlukan untuk memenuhi tingkat pemeriksaan.

    

7.

Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 13

 

(1) Pejabat Pemeriksa Fisik membubuhkan paraf pada kemasan barang yang telah diperiksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A, Pasal 10C, Pasal 10D, dan Pasal 12.

(2)

Pejabat Pemeriksa Fisik hanya bertanggung jawab atas barang yang telah diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

  

8.

Pasal 19 dihapus.

   

9.

Di antara Pasal 19 dan Pasal 20 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 19A dan Pasal 19B, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19A

 

(1) SKP dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan menyampaikan:

a. Pemberitahuan Pabean Impor;
b. Dokumen Pelengkap Pabean; dan/atau
c. data pendukung lainnya,

kepada Pejabat Pemindai Peti Kemas yang melakukan analisis tampilan Alat Pemindai.

(2) Dalam hal jumlah Peti Kemas dalam 1 (satu) Pemberitahuan Pabean Impor lebih dari 1 (satu), maka:

a. jumlah Peti Kemas yang dilakukan pemindaian sebelum Pemeriksaan Fisik Barang dengan membuka kemasan, paling sedikit sesuai jumlah Peti Kemas yang ditentukan dalam pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang;
b. Pejabat Pemindai Peti Kemas membuat RHAT terhadap Peti Kemas yang dilakukan pemindaian sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
c. terhadap Peti Kemas selain yang dilakukan pemindaian sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan pemindaian sebelum pengeluaran dari Kawasan Pabean atau TPS.

 

Pasal 19B

(1) SKP atau Pejabat Pemindai Peti Kemas melakukan analisis terhadap hasil tampilan Alat Pemindai dengan cara mengidentifikasi:

a. pola tampilan fisik barang untuk menentukan apakah barang Impor terindikasi satu kelompok jenis barang (homogen) atau lebih dari satu kelompok jenis barang (heterogen);
b. citra material barang, seperti namun tidak terbatas pada metal, plastik, dan karet;
c. ada atau tidaknya indikasi terdapat barang lain selain yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean Impor (anomali); dan
d. informasi lain yang diperoleh dari hasil tampilan.
(2) Analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap hasil tampilan yang diperoleh dari proses pemindaian:

a. di Kantor Pabean tempat diajukan Pemberitahuan Pabean Impor; atau
b. di Kantor Pabean lain.

    

10. Pasal 21 dihapus.
  
11. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 22 diubah, sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22

(1) Pejabat Pemeriksa Fisik berwenang melakukan pengambilan foto barang dalam hal dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang dengan membuka kemasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a.
(2) Foto barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan informasi mengenai:

a. spesifikasi teknis seperti merek, tipe, negara asal, kapasitas, dan/atau spesifikasi lainnya;
b. time stamp dan geotagging saat foto diambil;
c. ukuran dimensi, misalnya disandingkan dengan benda pembanding seperti pena, alat ukur, atau benda pembanding lainnya; dan/atau
d. tanda-tanda tertentu kondisi barang, seperti baru, bukan baru, baik, atau rusak.

(3)

Pejabat Pemeriksa Fisik melampirkan foto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam LHP.

  

12. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 27

(1) Pejabat Pemindai Peti Kemas menuangkan hasil analisis tampilan Alat Pemindai atas pemeriksaan pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf a dalam RHAT.
(2) RHAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat untuk tiap 1 (satu) Pemberitahuan Pabean Impor.
(3) RHAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi meliputi:

a. jumlah kelompok jenis barang;
b. tingkat pengeluaran (stripping) barang;
c. tingkat pembukaan kemasan; dan
d. catatan dalam rangka memenuhi tujuan pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(4) Jumlah kelompok jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:

a. satu kelompok jenis barang (homogen); atau
b. lebih dari satu kelompok jenis barang (heterogen).
(5) Tingkat pengeluaran (stripping) barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi:

a. pengeluaran (stripping) atas seluruh barang dalam Peti Kemas;
b. pengeluaran (stripping) atas sebagian barang dari dalam Peti Kemas; atau
c. tanpa pengeluaran (stripping) atas seluruh barang dalam Peti Kemas.
(6) Tingkat pembukaan kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi:

a. pembukaan kemasan sesuai Instruksi Pemeriksaan;
b. pembukaan kemasan yang jumlahnya lebih sedikit dari jumlah kemasan yang ditentukan berdasarkan tingkat pemeriksaan (secara sampel); atau
c. pembukaan kemasan secara mendalam.
(7) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dapat berupa:

a. pola tampilan fisik;
b. citra material barang hasil pemindaian;
c. jumlah barang dalam hal dapat diidentifikasi;
d. instruksi pembuatan lorong atau pengeluaran barang (stripping) pada titik spesifik dalam Peti Kemas;
e. ada atau tidaknya indikasi terdapat barang lain selain yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean Impor; dan/atau
f. catatan pendukung lainnya.
(8) RHAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

   

13. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 28

(1) Pejabat Pemindai Peti Kemas menuangkan hasil Pemeriksaan Fisik Barang dengan menggunakan Alat Pemindai sebagai pengganti pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b dalam LHAT.
(2) LHAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat untuk tiap 1 (satu) Pemberitahuan Pabean Impor.
(3) LHAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi meliputi:

a. jumlah kelompok jenis barang; dan
b. catatan lainnnya dalam rangka memenuhi tujuan pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(4)  Jumlah kelompok jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:

a. satu kelompok jenis barang (homogen); atau
b. lebih dari satu kelompok jenis barang (heterogen).
(5) Catatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat berupa:

a. pola tampilan fisik;
b. citra material barang hasil pemindaian;
c. jumlah barang dalam hal dapat diidentifikasi;
d. ada atau tidaknya indikasi terdapat barang lain selain yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean Impor; dan/atau
e. catatan pendukung lainnya.
(6) LHAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

   

14, Di antara Pasal 28 dan Pasal 29 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 28A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 28A

(1) Pejabat Pemindai Peti Kemas hanya bertanggung jawab atas RHAT atau LHAT yang dibuat berdasarkan tampilan Alat Pemindai yang dilakukan analisis.
(2) RHAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan sebagai informasi dalam kegiatan manajemen risiko selama periode 6 (enam) bulan pertama sejak pemanfaatan Alat Pemindai Peti Kemas pada Kantor Pabean yang bersangkutan.

   

15. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 30

(1) Dalam hal LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) atau LHAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) belum memadai, Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat meminta kepada Pejabat Pemeriksa Fisik untuk melakukan:

a. perekaman ulang LHP di SKP;
b. Pemeriksaan Fisik Barang ulang dan perekaman ulang LHP di SKP; atau
c. pemeriksaan dengan membuka kemasan terhadap barang Impor yang telah dilakukan pemeriksaan dengan Alat Pemindai yang berlaku sebagai pengganti pemeriksaan.
(2) Dalam hal dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, SKP menerbitkan Instruksi Pemeriksaan.

  

16. Ketentuan ayat (1) Pasal 34 diubah, sehingga Pasal 34 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 34

(1) Dalam hal SKP belum tersedia atau mengalami gangguan operasional, penunjukan:

a. Pejabat Pemeriksa Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
b. Pejabat Pemeriksa Fisik untuk menerima lebih dari 1 (satu) Instruksi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);
c. Pejabat Pemeriksa Fisik lebih dari 1 (satu) orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3); dan
d. Pejabat Pemeriksa Fisik pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1),

dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan.

(2) Dalam hal SKP belum tersedia atau mengalami gangguan operasional, LHP, RHAT, dan LHAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dibuat dalam bentuk tertulis.
(3) Dalam hal SKP telah berfungsi kembali, LHP, RHAT, dan LHAT dalam bentuk tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) direkam ke dalam SKP.

       

17. Diantara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 34A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 34A

Analisis terhadap hasil tampilan Alat Pemindai serta penetapan kesimpulan, rekomendasi, dan/atau hasil analisis dapat dilakukan oleh sistem aplikasi yang dimodifikasi berdasarkan kecerdasan buatan (artificial inteligence) dan dianggap sebagai hasil penelitian Pejabat Bea dan Cukai.
   

18. Ketentuan Huruf D dan Huruf E Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-1/BC/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang Impor diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

  .    

Pasal II

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini mulai berlaku pada tanggal 5 November 2024.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2024
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
 
Ttd

ASKOLANI