PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER -13/BC/2024
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENDAFTARAN, PENETAPAN PENGGUNAAN BARANG KENA CUKAI, PENETAPAN PEMBERIAN PEMBEBASAN CUKAI, MONITORING DAN EVALUASI, DAN PENCABUTAN DALAM RANGKA PEMBEBASAN CUKAI
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 55 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf l, huruf m, huruf n, dan huruf o Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pendaftaran, Penetapan Penggunaan Barang Kena Cukai, Penetapan Pemberian Pembebasan Cukai, Monitoring dan Evaluasi, dan Pencabutan Dalam Rangka Pembebasan Cukai;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 772);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENDAFTARAN, PENETAPAN PENGGUNAAN BARANG KENA CUKAI, PENETAPAN PEMBERIAN PEMBEBASAN CUKAI, MONITORING DAN EVALUASI, DAN PENCABUTAN DALAM RANGKA PEMBEBASAN CUKAI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1. |
Pembebasan Cukai adalah fasilitas yang diberikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir untuk tidak membayar cukai yang terutang. |
2. |
Periode Pembebasan adalah jangka waktu pemberian Pembebasan Cukai sesuai dengan penetapan pemberian Pembebasan Cukai. |
3. |
Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran. |
4. |
Orang adalah orang pribadi atau badan hukum. |
5. |
Pengguna Barang Kena Cukai yang Mendapatkan Pembebasan Cukai yang selanjutnya disebut Pengguna adalah Orang yang telah mendapatkan Nomor Pokok Pengguna Pembebasan. |
5. |
Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan Pabrik. |
7. |
Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari Pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang Cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor. |
8. |
Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah Orang yang mengusahakan Tempat Penyimpanan. |
9. |
Importir adalah Orang yang memasukkan barang kena cukai ke dalam Daerah Pabean. |
10. |
Batasan Pembebasan Cukai adalah batasan jumlah barang kena cukai yang dapat diberikan Pembebasan Cukai. |
11. |
Batasan Penggunaan adalah batasan jumlah barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang dapat digunakan oleh Pengguna. |
12. |
Nomor Pokok Pengguna Pembebasan yang selanjutnya disingkat NPPP adalah nomor yang diberikan kepada Pengguna sebagai identitas dan sarana administrasi untuk melaksanakan ketentuan Pembebasan Cukai. |
13. |
Pendaftaran Pembebasan Cukai yang selanjutnya disebut Pendaftaran adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan oleh Orang untuk ditetapkan sebagai Pengguna dan diberikan NPPP sehingga dapat menggunakan barang kena cukai sesuai dengan ketentuan Pembebasan Cukai. |
14. |
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat NPPBKC adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai sesuai dengan peraturan perundang- undangan mengenai perizinan di bidang cukai. |
15. |
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. |
16. |
Bahan Baku adalah barang dan/atau bahan yang akan diolah menjadi barang hasil produksi yang mempunyai nilai guna yang lebih tinggi. |
17. |
Bahan Penolong adalah barang dan/atau bahan selain Bahan Baku yang digunakan dalam rangkaian kegiatan pengolahan atau kegiatan penggabungan yang berfungsi membantu dalam proses produksi. |
18. |
Barang Hasil Akhir yang Bukan Merupakan Barang Kena Cukai yang selanjutnya disebut BHA Bukan BKC adalah barang setengah jadi atau barang jadi yang tidak termasuk barang kena cukai yang dalam proses pembuatannya menggunakan barang kena cukai sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong. |
19. |
Proses Produksi Terpadu adalah suatu rangkaian proses produksi yang dilakukan di Pabrik etil alkohol, mulai dari pembuatan etil alkohol sebagai Bahan Baku sampai dengan pembuatan BHA Bukan BKC. |
20. |
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang mengenai kepabeanan. |
21. |
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. |
22. |
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Khusus yang membawahi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
23. |
Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban berdasarkan ketentuan undang-undang mengenai kepabeanan dan undang-undang mengenai cukai. |
24. |
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. |
25. |
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
26. |
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu berdasarkan undang-undang mengenai kepabeanan dan undang-undang mengenai cukai. |
27. |
Hari Kerja adalah hari kegiatan operasional dan/atau layanan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan. |
BAB II
JENIS PEMBEBASAN CUKAI
Pasal 2
(1) |
Pembebasan Cukai dapat diberikan atas barang kena cukai:
a. |
yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC; |
b. |
yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC melalui Proses Produksi Terpadu; |
c. |
untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; |
d. |
untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; |
e. |
untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia; |
f. |
yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan; |
g. |
yang dipergunakan untuk tujuan sosial berupa keperluan:
1. |
di bidang pelayanan kesehatan; |
2. |
bantuan bencana; dan/atau |
3. |
peribadatan umum; dan |
|
h. |
yang dimasukkan ke dalam Tempat Penimbunan Berikat. |
|
(2) |
Pembebasan Cukai dapat juga diberikan atas barang kena cukai tertentu yaitu:
a. |
etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum; dan |
b. |
minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean. |
|
BAB III
PELAKSANAAN PENDAFTARAN
Pasal 3
(1) |
Orang yang akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) harus melakukan Pendaftaran untuk mendapatkan NPPP. |
(2) |
Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang memenuhi persyaratan:
a. |
fisik; dan |
b. |
administratif. |
|
(3) |
Persyaratan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa:
a. |
memiliki tempat khusus untuk menimbun barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai di dalam tempat atau lokasi usahanya/kegiatannya; dan |
b. |
memenuhi persyaratan pemisahan secara fisik dan persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perizinan cukai, khusus untuk barang kena cukai yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC melalui Proses Produksi Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b. |
|
(4) |
Dikecualikan dari ketentuan memiliki tempat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dalam hal 1 (satu) Orang atau lebih yang akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai berupa etil alkohol sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong:
a. |
menimbun etil alkohol; dan |
b. |
membuat BHA Bukan BKC berupa bahan bakar nabati, |
di dalam 1 (satu) tempat atau lokasi usaha yang telah mendapat izin atau rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. |
(5) |
Pengusaha yang mengelola tempat penimbunan barang kena cukai yang digunakan oleh 1 (satu) Orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus:
a. |
melakukan pencatatan atas penerimaan, penggunaan, pengeluaran, dan persediaan etil alkohol dengan Pembebasan Cukai untuk setiap Orang yang menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; dan |
b. |
mendayagunakan sistem informasi persediaan berbasis komputer yang dapat dimonitor dan diakses secara langsung (realtime) dan daring (online) oleh Pejabat Bea dan Cukai. |
|
(6) |
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b untuk:
a. |
jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b minimal berupa:
1. |
NPWP; |
2. |
hasil konfirmasi status wajib pajak dengan status valid; |
3. |
dokumen kuesioner mengenai sistem pengendalian internal; |
4. |
bukti kepemilikan atau bukti penguasaan yang berlaku atas tempat atau lokasi usaha yang akan digunakan untuk kegiatan produksi dan penyimpanan barang dan bahan serta hasil produksi; |
5. |
gambar denah lokasi, bangunan, dan/atau tempat usaha terkait tempat penimbunan barang kena cukai, tempat melakukan kegiatan produksi, dan tempat penimbunan BHA Bukan BKC; |
6. |
perizinan berusaha yang berlaku untuk operasional dan komersial dengan jenis usaha industri manufaktur atau industri pengolahan dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya membidangi perizinan berusaha; |
7. |
daftar BHA Bukan BKC yang minimal memuat informasi jenis BHA Bukan BKC, komposisi Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong, dan data kapasitas produksi; |
8. |
uraian tentang alur proses produksi dan penggunaan barang kena cukai dalam pembuatan BHA Bukan BKC; |
9. |
contoh BHA Bukan BKC; |
10. |
izin atau rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, khusus untuk penggunaan tempat atau lokasi usaha oleh 1 (satu) Orang atau lebih yang menimbun etil alkohol dan memproduksi BHA Bukan BKC bahan bakar nabati di dalam 1 (satu) lokasi usaha; dan |
11. |
surat pernyataan mengenai alasan dan penjelasan teknis penggunaan Etil Alkohol Murni khusus untuk BHA Bukan BKC yang membutuhkan Etil Alkohol Murni; |
|
b. |
jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c minimal berupa:
1. |
NPWP; |
2. |
gambar denah lokasi dan/atau bangunan terkait tempat penimbunan barang kena cukai; |
3. |
dokumen yang memuat uraian kegiatan yang dilakukan, tujuan penggunaan barang kena cukai, dan manfaat kegiatan yang dilakukan dalam memajukan ilmu pengetahuan; dan |
4. |
surat pernyataan mengenai alasan dan penjelasan penggunaan Etil Alkohol Murni, khusus untuk kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang membutuhkan Etil Alkohol Murni; |
|
c. |
jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang dipergunakan untuk tujuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g minimal berupa:
1. |
NPWP; |
2. |
surat pernyataan mengenai uraian keperluan penggunaan barang kena cukai; |
3. |
surat pernyataan yang menyatakan bahwa barang kena cukai tidak untuk diperjualbelikan; |
4. |
gambar denah lokasi dan/atau bangunan terkait tempat penimbunan barang kena cukai, khusus untuk jenis Pembebasan Cukai tujuan sosial berupa keperluan di bidang pelayanan kesehatan; dan |
5. |
surat pernyataan mengenai alasan dan penjelasan penggunaan Etil Alkohol Murni, khusus untuk tujuan sosial berupa keperluan di bidang pelayanan kesehatan dan bantuan bencana yang membutuhkan Etil Alkohol Murni; |
|
d. |
jenis Pembebasan Cukai berupa etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a minimal berupa:
1. |
NPWP; |
2. |
hasil konfirmasi status wajib pajak dengan status valid; |
3. |
perizinan berusaha yang berlaku dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya membidangi perizinan berusaha; |
4. |
gambar denah lokasi, bangunan, dan/atau tempat usaha; dan |
5. |
rencana distribusi dan penjualan etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum; dan |
|
e. |
jenis Pembebasan Cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b minimal berupa:
1. |
NPWP; |
2. |
hasil konfirmasi status wajib pajak dengan status valid; |
3. |
perizinan berusaha yang berlaku dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya membidangi perizinan berusaha yang dimiliki oleh Orang selaku pengusaha pengangkutan atau pengusaha jasa boga yang ditunjuk oleh pengusaha pengangkutan; dan |
4. |
gambar denah lokasi, bangunan, dan/atau tempat usaha terkait tempat penimbunan barang kena cukai. |
|
|
(7) |
BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a angka 9 dapat berupa BHA Bukan BKC yang akan atau telah diproduksi dalam bentuk contoh etiket atau label atau kemasan barang, foto barang, dan/atau fisik barang. |
Pasal 4
(1) |
Orang mengajukan permohonan Pendaftaran dilengkapi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6) kepada kepala Kantor. |
(2) |
Dalam hal permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima tidak lengkap dan/atau tidak benar, kepala Kantor menerbitkan surat pengembalian disertai alasan pengembalian. |
Pasal 5
(1) |
Dalam hal permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diterima secara lengkap dan benar, kepala Kantor atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
a. |
melakukan pemeriksaan lokasi; dan |
b. |
menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi, |
|
|
setelah permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diterima secara lengkap dan benar, paling lambat 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi dalam permohonan. |
(2) |
Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a minimal meliputi:
a. |
untuk jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a:
1. |
lokasi kegiatan usaha meliputi:
a) |
kesesuaian alamat lokasi usaha atau tempat usaha dan eksistensi lokasi usaha atau tempat usaha; |
b) |
adanya tempat khusus untuk menimbun barang kena cukai dalam lokasi usaha atau tempat usahanya; |
c) |
adanya tempat melakukan kegiatan produksi; |
d) |
adanya tempat penyimpanan Bahan Baku dan Bahan Penolong; dan |
e) |
adanya tempat untuk menimbun BHA Bukan BKC; |
|
|
dan |
2. |
alur proses produksi yang menjelaskan pergerakan dan penggunaan bahan baku atau bahan penolong berupa barang kena cukai dalam pembuatan BHA Bukan BKC dan alur pergerakan BHA Bukan BKC; |
|
b. |
untuk jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC melalui Proses Produksi Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b:
1. |
lokasi kegiatan usaha meliputi:
a) |
kesesuaian alamat lokasi usaha atau tempat usaha dan eksistensi lokasi usaha atau tempat usaha; |
b) |
adanya tempat khusus untuk menimbun barang kena cukai dalam lokasi usaha atau tempat usahanya; |
c) |
adanya tempat melakukan kegiatan produksi; |
d) |
adanya tempat penyimpanan Bahan Baku dan Bahan Penolong; dan |
e) |
adanya tempat untuk menimbun BHA Bukan BKC; |
|
|
dan |
2. |
alur proses produksi yang menjelaskan pergerakan dan penggunaan bahan baku atau bahan penolong berupa barang kena cukai dalam pembuatan BHA Bukan BKC dan alur pergerakan BHA Bukan BKC; |
|
c. |
untuk jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c:
1. |
lokasi kegiatan usaha meliputi:
a) |
kesesuaian alamat lokasi usaha atau tempat usaha dan eksistensi lokasi usaha atau tempat usaha; dan |
b) |
adanya tempat khusus untuk menimbun barang kena cukai dalam lokasi usaha atau tempat usahanya; dan |
|
2. |
alur penggunaan barang kena cukai yang diberitahukan sesuai dengan peruntukannya; |
|
d. |
untuk jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang dipergunakan untuk tujuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g:
1. |
lokasi kegiatan usaha meliputi:
a) |
kesesuaian alamat lokasi usaha atau tempat usaha dan eksistensi lokasi usaha atau tempat usaha; dan |
b) |
adanya tempat khusus untuk menimbun barang kena cukai dalam lokasi/tempat usahanya; dan |
|
2. |
alur penggunaan barang kena cukai yang diberitahukan sesuai dengan peruntukannya; |
|
e. |
untuk jenis Pembebasan Cukai berupa etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a:
1. |
kesesuaian alamat lokasi usaha atau tempat usaha; dan |
2. |
melakukan pemeriksaan lainnya terkait pemenuhan kriteria yang dipandang perlu berdasarkan prinsip manajemen risiko, seperti memastikan adanya kegiatan penggunaan dan/atau pendistribusian etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum; dan |
|
f. |
untuk jenis Pembebasan Cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b:
1. |
lokasi kegiatan usaha meliputi:
a) |
kesesuaian alamat lokasi usaha atau tempat usaha; dan |
b) |
tempat khusus untuk menimbun barang kena cukai dalam lokasi usaha atau tempat usahanya; dan |
|
2. |
alur penggunaan barang kena cukai yang diberitahukan sesuai dengan peruntukannya. |
|
|
(3) |
Pemeriksaan lokasi atas jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang dipergunakan untuk tujuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, dapat tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan kepala Kantor. |
(4) |
Penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 6
(1) |
Orang yang mengajukan permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal (4) ayat (1) untuk dapat menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b, harus memaparkan proses bisnis kepada kepala Kantor. |
(2) |
Kepala Kantor menyampaikan jadwal pemaparan proses bisnis kepada jajaran direksi atau kuasanya. |
(3) |
Pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh kepala Kantor dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. |
(4) |
Pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling cepat pada Hari Kerja berikutnya atau paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf b. |
(5) |
Terhadap pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berita acara pemaparan proses bisnis sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) |
Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepala Kantor memberikan penolakan atas permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dengan menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan. |
(7) |
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada Orang yang mengajukan permohonan Pendaftaran. |
(8) |
Tata cara pemaparan proses bisnis dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 7
(1) |
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
a. |
kriteria BHA Bukan BKC, khusus untuk jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b; |
b. |
pemenuhan persyaratan fisik dan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan ayat (6); |
c. |
permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1); |
d. |
hasil pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, khusus untuk permohonan Pendaftaran yang dilakukan pemeriksaan lokasi; dan |
e. |
hasil pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, khusus untuk permohonan Pendaftaran yang dilakukan pemaparan proses bisnis. |
|
(2) |
Kepala Kantor dapat meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut atas penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) |
Terhadap penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), dalam hal permohonan:
a. |
disetujui, kepala Kantor menerbitkan NPPP dan menyampaikan surat persetujuan; atau |
b. |
ditolak, kepala Kantor menerbitkan dan menyampaikan surat penolakan disertai alasan. |
|
(4) |
Penerbitan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) Hari Kerja terhitung setelah:
a. |
tanggal selesai dilaksanakannya pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 6 ayat (1); atau |
b. |
tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi, dalam hal tidak dilakukan pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 5 ayat (1) huruf b. |
|
(5) |
Dalam hal pemeriksaan lokasi dan pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 5 ayat (1) huruf b dan Pasal 6 ayat (1) tidak dilakukan, penerbitan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan Pendaftaran diterima secara lengkap dan benar. |
(6) |
Dalam hal kepala Kantor meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Orang harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja. |
(7) |
Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima. |
(8) |
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak terpenuhi, permohonan Pendaftaran ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. |
(9) |
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan kepada Orang yang melakukan permohonan Pendaftaran. |
(10) |
Penyampaian surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a ditembuskan kepada:
a. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai; |
b. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang audit kepabeanan dan cukai; |
c. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penindakan dan penyidikan; dan |
d. |
Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor yang menerbitkan NPPP. |
|
(11) |
Tata cara penomoran NPPP dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 8
(1) |
Dalam hal terdapat perubahan data dalam NPPP, Pengguna harus mengajukan permohonan perubahan data kepada kepala Kantor dilengkapi dengan dokumen perubahan. |
(2) |
Perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa perubahan terhadap:
a. |
nama dan/atau bentuk Orang; |
b. |
nama dan/atau NPWP pemilik; |
c. |
data penanggung jawab; |
d. |
NPWP Pengguna; |
e. |
lokasi atau tempat usaha; |
f. |
jenis etil alkohol dan/atau jenis Etil Alkohol Campur; |
g. |
tujuan penggunaan berupa:
1. |
BHA Bukan BKC; |
2. |
kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; atau |
3. |
tujuan sosial; |
|
h. |
jenis barang kena cukai; dan/atau |
i. |
jenis Pembebasan Cukai. |
|
(3) |
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap permohonan perubahan data dan dokumen perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d. |
(4) |
Ketentuan mengenai pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan ketentuan mengenai pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku secara mutatis mutandis terhadap permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e sampai dengan huruf i. |
(5) |
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
a. |
permohonan perubahan data dan dokumen perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); |
b. |
kriteria BHA Bukan BKC, khusus untuk perubahan data berupa BHA Bukan BKC; |
c. |
pemenuhan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) dan ayat (5) khusus untuk perubahan data BHA Bukan BKC berupa bahan bakar nabati; dan |
d. |
hasil pemeriksaan lokasi dan hasil pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), |
atas permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e sampai dengan huruf i. |
(6) |
Kepala Kantor dapat meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut atas penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5). |
(7) |
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5), dan/atau ayat (6), dalam hal permohonan:
a. |
disetujui, kepala Kantor menerbitkan NPPP dan menyampaikan surat persetujuan perubahan data; atau |
b. |
ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan disertai alasan, |
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima secara lengkap dan benar. |
(8) |
Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pengguna harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja. |
(9) |
Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima. |
(10) |
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8)tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. |
(11) |
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) disampaikan kepada Pengguna. |
(12) |
Penyampaian surat persetujuan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a ditembuskan kepada:
a. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai; |
b. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang audit kepabeanan dan cukai; |
c. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penindakan dan penyidikan; dan |
d. |
Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor yang menerbitkan NPPP. |
|
(13) |
Tata cara penelitian dalam perubahan data NPPP dilakukan sesuai dengan ketentuan Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB IV
PELAKSANAAN PENETAPAN PENGGUNAAN BARANG KENA CUKAI DENGAN PEMBEBASAN CUKAI
Bagian Kesatu
Penetapan Penggunaan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 9
(1) |
Pengguna yang akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b harus mendapatkan penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai. |
(2) |
Penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan sepanjang memenuhi persyaratan:
a. |
substantif; dan |
b. |
administratif. |
|
(3) |
Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa:
a. |
Pengguna tidak sedang mempunyai tunggakan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan atau mendapatkan Pengangsuran; |
b. |
Pengguna tidak mendapatkan Surat Teguran dan/atau STCK-2 selama kurun waktu 12 (dua belas) bulan terakhir; dan |
c. |
Pengguna memiliki konfirmasi status wajib pajak dengan status valid, khusus untuk jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang digunakan dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b. |
|
(4) |
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b minimal berupa:
a. |
NPPP; |
b. |
surat permintaan pemasokan barang kena cukai, khusus untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b; |
c. |
rencana kebutuhan barang kena cukai, khusus untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b, dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; |
d. |
perhitungan Batasan Penggunaan, khusus untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b dan Pasal 2 ayat (2) huruf b; dan |
e. |
surat rekomendasi, khusus untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan huruf g. |
|
(5) |
Pengguna mengajukan permohonan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Menteri melalui kepala Kantor. |
(6) |
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
a. |
pemenuhan persyaratan substantif dan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4); |
b. |
permohonan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (5); dan |
c. |
perhitungan Batasan Penggunaan. |
|
(7) |
Kepala Kantor dapat:
a. |
meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan; dan/atau |
b. |
melakukan pemeriksaan lokasi dan menerbitkan berita acara pemeriksaan, |
dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6). |
(8) |
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan/atau ayat (7), dalam hal permohonan:
a. |
disetujui, kepala Kantor atas nama Menteri menetapkan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; atau |
b. |
ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan disertai alasan, |
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar. |
(9) |
Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, Pengguna harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja. |
(10) |
Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima. |
(11) |
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak terpenuhi, permohonan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. |
(12) |
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b dan ayat (11) disampaikan kepada Pengguna. |
(13) |
Salinan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat 8 huruf a disampaikan kepada Pengguna dan ditembuskan kepada:
a. |
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir; |
b. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai; |
c. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang audit kepabeanan dan cukai; |
d. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penindakan dan penyidikan; |
e. |
Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor yang mengawasi Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir; |
f. |
Kepala Kantor Wilayah yang mengawasi Kantor yang menerbitkan keputusan; dan |
g. |
Kepala Kantor yang mengawasi Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir. |
|
(14) |
Tata cara penelitian dalam pelaksanaan penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kedua
Perubahan Penetapan Penggunaan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 10
(1) |
Pengguna yang telah mendapatkan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf a, dapat mengajukan permohonan:
a. |
penambahan Batasan Penggunaan; dan/atau |
b. |
perubahan data, dapat berupa:
1. |
data NPPP; dan/atau |
2. |
data Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir, |
|
dengan dilengkapi dokumen perubahan kepada kepala Kantor. |
(2) |
Berdasarkan permohonan penambahan Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
a. |
pemenuhan persyaratan substantif dan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4); |
b. |
perhitungan Batasan Penggunaan; dan |
c. |
ketentuan realisasi penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai pada Periode Pembebasan tahun berjalan. |
|
(3) |
Berdasarkan permohonan perubahan data NPPP dan/atau data Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
a. |
permohonan perubahan data dan dokumen perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; dan |
b. |
persyaratan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3). |
|
(4) |
Kepala Kantor dapat:
a. |
meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan; dan/atau |
b. |
melakukan pemeriksaan lokasi dan menerbitkan berita acara pemeriksaan, |
dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). |
(5) |
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan/atau ayat (4) dalam hal permohonan:
a. |
disetujui, kepala Kantor atas nama Menteri menetapkan Keputusan Menteri mengenai perubahan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; atau |
b. |
ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan disertai alasan, |
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar. |
(6) |
Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, Pengguna harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja. |
(7) |
Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima. |
(8) |
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. |
(9) |
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan ayat (8) disampaikan kepada Pengguna. |
(10) |
Salinan Keputusan Menteri mengenai perubahan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a disampaikan kepada Pengguna dan ditembuskan kepada:
a. |
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir; |
b. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai; |
c. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang audit kepabeanan dan cukai; dan |
d. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penindakan dan penyidikan; |
e. |
Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor yang mengawasi Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir; |
f. |
Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor yang menerbitkan keputusan; dan |
g. |
Kepala Kantor yang mengawasi Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir. |
|
(11) |
Tata cara penelitian dalam pelaksanaan perubahan penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB V
PELAKSANAAN PENETAPAN PEMBERIAN PEMBEBASAN CUKAI
Bagian Kesatu
Penetapan Pemberian Pembebasan Cukai
Pasal 11
(1) |
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang akan mendapatkan Pembebasan Cukai atas barang kena cukai, harus mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai. |
(2) |
Penetapan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan sepanjang memenuhi persyaratan:
a. |
substantif; |
b. |
fisik; dan |
c. |
administratif. |
|
(3) |
Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa:
a. |
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir tidak sedang mempunyai tunggakan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan Cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan atau mendapatkan Pengangsuran; |
b. |
selama kurun waktu 12 (dua belas) bulan terakhir Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir tidak mendapatkan Surat Teguran atau STCK-2; dan |
c. |
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir memiliki konfirmasi status wajib pajak dengan status valid. |
|
(4) |
Persyaratan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berlaku ketentuan:
a. |
dalam hal Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir mencampur etil alkohol dengan bahan pencampur tertentu, harus melakukan pemisahan wadah/tangki dan ruangan untuk menyimpan etil alkohol yang belum dicampur dan etil alkohol yang telah dicampur dengan bahan pencampur tertentu; atau |
b. |
dalam hal Pengusaha Pabrik menghasilkan etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum, harus melakukan pemisahan wadah/tangki dan ruangan untuk menyimpan etil alkohol yang belum dirusak dan etil alkohol yang telah dirusak dengan bahan perusak tertentu. |
|
(5) |
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c untuk:
a. |
jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b minimal berupa:
1. |
surat permintaan pemasokan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b; dan |
2. |
Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; atau |
|
b. |
jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a minimal berupa:
1. |
NPPP; |
2. |
surat permintaan pemasokan etil alkohol yang dirusak; |
3. |
hasil perhitungan Batasan Pembebasan Cukai; dan |
4. |
rencana kebutuhan etil alkohol yang akan dirusak dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
|
|
(6) |
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir mengajukan permohonan Pembebasan Cukai dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Menteri melalui kepala Kantor. |
(7) |
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
a. |
pemenuhan persyaratan substantif, fisik, dan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); |
b. |
permohonan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (6); dan |
c. |
perhitungan Batasan Pembebasan Cukai. |
|
(8) |
Kepala Kantor dapat meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7). |
(9) |
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan/atau ayat (8), dalam hal permohonan permohonan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (6):
a. |
disetujui, kepala Kantor atas nama Menteri menetapkan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai; atau |
b. |
ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan disertai alasan, |
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar. |
(10) |
Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja. |
(11) |
Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima. |
(12) |
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (10) tidak terpenuhi, permohonan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. |
(13) |
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b dan ayat (12) disampaikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir. |
(14) |
Salinan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a disampaikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir dan ditembuskan kepada:
a. |
Pengguna; |
b. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai; |
c. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang audit kepabeanan dan cukai; |
d. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penindakan dan penyidikan. |
e. |
Kepala Kantor yang mengawasi Pengguna; |
f. |
Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor yang mengawasi Pengguna; dan |
g. |
Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor yang menerbitkan keputusan. |
|
(15) |
Tata cara penelitian dalam pelaksanaan pemberian Pembebasan Cukai dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kedua
Perubahan Penetapan Pemberian Pembebasan Cukai
Pasal 12
(1) |
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang telah mendapatkan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai, dapat mengajukan permohonan:
a. |
penambahan Batasan Pembebasan Cukai; dan/atau |
b. |
perubahan data, dapat berupa:
1. |
data Pengguna; dan/atau |
2. |
data Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir, |
|
dengan dilengkapi dokumen perubahan kepada Menteri melalui kepala Kantor. |
(2) |
Perubahan data pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 dapat berupa:
a. |
nama Pengguna; |
b. |
lokasi usaha Pengguna; |
c. |
NPPP; |
d. |
jenis barang kena cukai/uraian jenis barang kena cukai; dan/atau |
e. |
data lainnya yang memiliki keterkaitan dengan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai. |
|
(3) |
Berdasarkan permohonan penambahan Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
a. |
persyaratan substantif, fisik, dan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); dan |
b. |
perhitungan Batasan Pembebasan Cukai. |
|
(4) |
Berdasarkan permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
a. |
permohonan perubahan data dan dokumen perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; dan |
b. |
persyaratan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) . |
|
(5) |
Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diperlukan informasi lebih lanjut, kepala Kantor dapat meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan. |
(6) |
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan/atau ayat (5) dalam hal permohonan:
a. |
disetujui, kepala Kantor atas nama Menteri menetapkan Keputusan Menteri mengenai perubahan pemberian Pembebasan Cukai; atau |
b. |
ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan disertai alasan, |
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar. |
(7) |
Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja. |
(8) |
Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima. |
(9) |
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. |
(10) |
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dan ayat (9) disampaikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir. |
(11) |
Salinan Keputusan Menteri mengenai perubahan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, disampaikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir dan ditembuskan kepada:
a. |
Pengguna; |
b. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai; |
c. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang audit kepabeanan dan cukai; |
d. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penindakan dan penyidikan; |
e. |
Kepala Kantor yang mengawasi Pengguna; |
f. |
Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor yang mengawasi Pengguna; dan |
g. |
Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor yang menerbitkan keputusan. |
|
(12) |
Tata cara penelitian dalam perubahan pemberian Pembebasan Cukai dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VI
PELAKSANAAN PEBERLAKUAN IZIN TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT SEBAGAI NPPP
Pasal 13
(1) |
Dalam hal Orang yang akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai memiliki izin Tempat Penimbunan Berikat, izin Tempat Penimbunan Berikat dapat diberlakukan sebagai NPPP. |
(2) |
Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat menyampaikan permohonan pemberlakuan izin Tempat Penimbunan Berikat sebagai NPPP kepada kepala Kantor. |
(3) |
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap pemberlakuan izin Tempat Penimbunan Berikat sebagai NPPP dengan memperhatikan kesesuaian proses bisnis jenis Pembebasan Cukai dengan proses bisnis izin Tempat Penimbunan Berikat. |
(4) |
Kepala Kantor dapat:
a. |
meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan; dan/atau |
b. |
melakukan pemeriksaan lokasi dan menerbitkan berita acara pemeriksaan, |
dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) |
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau ayat (4), dalam hal permohonan:
a. |
disetujui, kepala Kantor menerbitkan NPPP dan menyampaikan surat persetujuan; atau |
b. |
ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan disertai alasan, |
dalam jangka waktu 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar. |
(6) |
Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja. |
(7) |
Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima. |
(8) |
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. |
(9) |
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan ayat (8) disampaikan kepada pengusaha Tempat Penimbunan Berikat. |
(10) |
Pemberian NPPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan untuk pemenuhan hak dan kewajiban pengusaha Tempat Penimbunan Berikat di bidang fasilitas Pembebasan Cukai. |
(11) |
Penyampaian surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a ditembuskan kepada:
a. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai; |
b. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang audit kepabeanan dan cukai; |
c. |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penindakan dan penyidikan; dan |
d. |
Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor yang menerbitkan NPPP. |
|
(12) |
Tata cara pemberlakuan izin Tempat Penimbunan Berikat sebagai NPPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VII
PELAKSANAAN MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 14
(1) |
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan berdasarkan:
a. |
data dari sistem aplikasi di bidang cukai, dapat berupa:
1. |
data NPPP; |
2. |
data penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; |
3. |
data penetapan pemberian Pembebasan Cukai; |
4. |
laporan penggunaan fasilitas Pembebasan Cukai; dan/atau |
5. |
data lainnya; |
|
b. |
dokumen pencatatan perusahaan berupa buku persediaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; |
c. |
dokumen pencatatan atau pembukuan perusahaan yang dapat menggambarkan buku persediaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; |
d. |
data dalam rangka pengukuran manfaat penggunaan Pembebasan Cukai seperti informasi nilai fasilitas fiskal yang diberikan dan digunakan, nilai investasi, jumlah tenaga kerja, nilai penjualan hasil produksi, dan nilai kontribusi terhadap perpajakan seperti PPN, PPh Badan, dan/atau PPh Pasal 21; |
e. |
data perpajakan; dan/atau |
f. |
data atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan Pembebasan Cukai. |
|
(2) |
Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan secara administratif dan/atau pemeriksaan lapangan. |
(3) |
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan surat tugas. |
Pasal 15
(1) |
Kepala Kantor Wilayah melakukan monitoring dan evaluasi atas pemenuhan persyaratan dan pelaksanaan ketentuan pemberian Pembebasan Cukai terhadap Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir dan/atau Pengguna, sesuai lingkup wilayah kerja masing-masing. |
(2) |
Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara periodik minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sesuai tugas pokok dan fungsi. |
(3) |
Kepala Kantor Wilayah menentukan jumlah Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna yang dilakukan monitoring dan evaluasi dengan mempertimbangkan:
a. |
beban kerja; |
b. |
jumlah pengguna pembebasan di bawah pengawasannya; |
c. |
luas wilayah di bawah pengawasannya; |
d. |
kemampuan melaksanakan monitoring dan evaluasi berdasarkan rasio jumlah pegawai dibandingkan jumlah Pengguna yang berada dalam pengawasannya; |
e. |
pola pengawasan; dan/atau |
f. |
pertimbangan lainnya. |
|
(4) |
Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh kepala Kantor Wilayah:
a. |
disampaikan kepada kepala Kantor; dan |
b. |
ditembuskan kepada Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai, |
sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(5) |
Dalam hal terdapat Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan dan pelaksanaan ketentuan Pembebasan Cukai, hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memuat rekomendasi berupa:
a. |
penyesuaian penilaian profil risiko Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir; |
b. |
pencabutan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai, NPPP, dan/atau Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai; |
c. |
penagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga apabila tidak memenuhi ketentuan Pembebasan Cukai sesuai dengan Peraturan Menteri ini; |
d. |
penurunan Batasan Penggunaan dan/atau Batasan Pembebasan Cukai berdasarkan manajemen risiko diantaranya penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai riil dan kebutuhan riil untuk komersial; |
e. |
asistensi, pembinaan, dan/atau apresiasi terhadap Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna; |
f. |
konfirmasi terhadap Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna, untuk dilakukan penyesuaian atau perbaikan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; |
g. |
penelitian kepada unit pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; |
h. |
untuk dilakukan audit kepabeanan dan/atau cukai; |
i. |
untuk dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau |
j. |
rekomendasi lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
(6) |
Monitoring dan evaluasi oleh kepala Kantor Wilayah dilakukan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M dan menggunakan contoh format lembar monitoring dan evaluasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 16
(1) |
Kepala Kantor menindaklanjuti hasil monitoring dan evaluasi Kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) dalam hal terdapat Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan dan pelaksanaan ketentuan Pembebasan Cukai. |
(2) |
Tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. |
penyesuaian penilaian profil risiko Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir; |
b. |
pencabutan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai, NPPP, dan/atau Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai; |
c. |
penagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga apabila tidak memenuhi ketentuan Pembebasan Cukai sesuai dengan Peraturan Menteri ini; |
d. |
penurunan Batasan Penggunaan dan/atau Batasan Pembebasan Cukai berdasarkan manajemen risiko diantaranya penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai riil dan kebutuhan riil untuk komersial; |
e. |
asistensi, pembinaan, dan/atau apresiasi terhadap Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna; |
f. |
konfirmasi terhadap Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna, untuk dilakukan penyesuaian atau perbaikan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan/atau |
g |
penerbitan rekomendasi:
1. |
penelitian kepada unit pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; |
2. |
untuk dilakukan audit kepabeanan dan/atau cukai; |
3. |
untuk dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau |
4. |
lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
|
(3) |
Tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai dan kepala Kantor Wilayah. |
Pasal 17
(1) |
Kepala Kantor dapat melakukan monitoring dan evaluasi atas pemenuhan persyaratan dan pelaksanaan ketentuan pemberian Pembebasan Cukai terhadap Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna berdasarkan manajemen risiko sesuai lingkup wilayah kerja masing-masing. |
(2) |
Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. |
frekuensi monitoring dan evaluasi untuk memastikan Pengguna tidak termasuk ke dalam kriteria atau alasan pencabutan sebagai bentuk preventif pencabutan seperti ketepatan waktu penyampaikan laporan; |
b. |
hasil monitoring dan evaluasi Kepala Kantor Wilayah; |
c. |
jenis industri/badan usaha Pengguna; |
d. |
rasio penggunaan barang kena cukai dibanding dengan jumlah BHA Bukan BKC yang dihasilkan; |
e. |
Batasan Penggunaan dan/atau Batasan Pembebasan Cukai yang ditetapkan; |
f. |
jenis BHA Bukan BKC yang dihasilkan yang dapat berupa BHA Bukan BKC yang tidak memiliki merek, memiliki merek namun tidak dikenal secara luas, atau merek tersebut tidak dapat ditelusuri media internet; |
g. |
terdapat data anomali penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; |
h. |
jenis bidang usaha/nature of business Pengguna; |
i. |
kemampuan melaksanakan monitoring dan evaluasi berdasarkan rasio jumlah pegawai dibandingkan jumlah Pengguna yang berada dalam pengawasannya; |
j. |
pola pengawasan; |
k. |
rekam jejak; dan/atau |
l |
pertimbangan lainnya. |
|
(3) |
Dalam hal hasil monitoring dan evaluasi terdapat Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan dan pelaksanaan ketentuan Pembebasan Cukai, kepala Kantor menindaklanjuti hasil monitoring dan evaluasi dimaksud. |
(4) |
Tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. |
penyesuaian penilaian profil risiko Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir; |
b. |
pencabutan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai, NPPP, dan/atau Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai; |
c. |
penagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga apabila tidak memenuhi ketentuan Pembebasan Cukai sesuai dengan Peraturan Menteri ini; |
d. |
penurunan Batasan Penggunaan dan/atau Batasan Pembebasan Cukai berdasarkan manajemen risiko diantaranya penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai riil dan kebutuhan riil untuk komersial; |
e. |
asistensi, pembinaan, dan/atau apresiasi terhadap Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna; |
f |
konfirmasi terhadap Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna, untuk dilakukan penyesuaian atau perbaikan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan/atau |
g. |
penerbitan rekomendasi:
1. |
penelitian kepada unit pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; |
2. |
untuk dilakukan audit kepabeanan dan/atau cukai; |
3. |
untuk dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau |
4. |
lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
|
(5) |
Monitoring dan evaluasi oleh kepala Kantor dilakukan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N dan menggunakan contoh format lembar monitoring dan evaluasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) |
Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
a. |
disampaikan kepada Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai; dan |
b. |
ditembuskan kepada kepala Kantor Wilayah, |
sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 18
(1) |
Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai, dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap:
a. |
penilaian atas efektivitas kebijakan; dan/atau |
b. |
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna dalam melaksanakan ketentuan Pembebasan Cukai, |
berdasarkan manajemen risiko. |
(2) |
Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. |
hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh kepala Kanwil dan/atau kepala Kantor; |
b. |
kemampuan melaksanakan monitoring dan evaluasi berdasarkan rasio jumlah pegawai dibandingkan jumlah Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna, secara nasional; dan/atau |
c. |
pertimbangan lainnya. |
|
(3) |
Penilaian atas efektivitas kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa:
a. |
penelitian atas hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh kepala Kantor Wilayah dan/atau kepala Kantor; |
b. |
rekomendasi atas laporan hasil audit kepabeanan dan/atau cukai; |
c. |
rekomendasi dari aparat pemeriksa fungsional; |
d. |
efektivitas implementasi ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai Pembebasan Cukai; dan/atau |
e. |
informasi lainnya yang dipandang perlu. |
|
(4) |
Tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. |
perubahan atau penyempurnaan kebijakan mengenai Pembebasan Cukai; |
b. |
hasil evaluasi lain terkait kinerja pelayanan dan/atau pengawasan atas pelaksanaan ketentuan Pembebasan Cukai; |
c. |
penerbitan rekomendasi perubahan atau penyempurnaan ketentuan peraturan perundang- undangan; |
d. |
penerbitan rekomendasi kepada Kepala Kantor sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau |
e. |
penerbitan rekomendasi lainnya. |
|
BAB VIII
PELAKSANAAN PENCABUTAN KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PENETAPAN PENGGUNAAN BARANG KENA CUKAI DENGAN PEMBEBASAN CUKAI, NPPP, DAN KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PEMBERIAN PEMBEBASAN CUKAI
Pasal 19
(1) |
Kepala Kantor dapat melakukan pencabutan terhadap:
a. |
Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; |
b. |
NPPP; dan/atau |
c. |
Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai. |
|
(2) |
Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencacahan atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna paling lama 7 (tujuh) Hari Kerja sejak tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) |
Pejabat Bea dan Cukai menuangkan hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam berita acara pencacahan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 20
(1) |
Pengguna harus menyampaikan laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai setiap bulan atas penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai:
a. |
sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC berdasarkan pencatatan; dan |
b. |
untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan/atau tujuan sosial berupa keperluan di bidang pelayanan kesehatan oleh rumah sakit, |
paling lambat setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada kepala Kantor. |
(2) |
Dalam hal tanggal 10 bulan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan:
a. |
hari libur nasional; |
b. |
hari yang diliburkan berdasarkan kebijakan pemerintah; dan/atau |
c. |
hari libur tertentu yang dinyatakan oleh Pengguna, |
penyampaian laporan dilakukan pada Hari Kerja berikutnya setelah ketentuan batas waktu tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) |
Pengguna yang menyatakan hari libur tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus menyampaikan surat pernyataan kepada kepala Kantor sebelum atau pada saat hari libur tersebut sesuai dengan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
a. |
permohonan Pembebasan Cukai yang diajukan untuk tahun 2024 dengan NPPP lama, dilakukan dan diselesaikan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-46/BC/2012 tentang Tata Cara Pemberian dan Pencabutan Keputusan Pembebasan Cukai Etil Alkohol dan Minuman Mengandung Etil Alkohol sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER- 43/BC/2017 tentang Perubahan Kedua atas PER- 46/BC/2012 tentang Tata Cara Pemberian dan Pencabutan Keputusan Pembebasan Cukai Etil Alkohol dan Minuman Mengandung Etil Alkohol; |
b. |
dalam hal laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai pada Periode Pembebasan yang terakhir belum dapat dilaporkan, perhitungan Batasan Penggunaan untuk penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai tahun 2025 dapat menggunakan laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai pada Periode Pembebasan sebelumnya; |
c. |
batasan Penggunaan dalam Penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai tahun 2025 dan Batasan Pembebasan Cukai dalam penetapan pemberian Pembebasan Cukai tahun 2025, sudah termasuk sisa saldo barang kena cukai yang masih berada di lokasi usaha atau tempat usaha Pengguna berdasarkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai tahun 2024 yang masa berlakunya sampai dengan 31 Desember 2024; |
d. |
dalam hal terdapat sisa barang kena cukai pada tahun 2024 yang tidak tercakup dalam penetapan pemberian Pembebasan Cukai yang berakhir pada bulan Desember 2024, saldo barang kena cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna diselesaikan dengan cara:
1. |
dimasukkan ke Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau tempat usaha Importir; atau |
2. |
ditagih cukainya kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir; |
|
e. |
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang memiliki penetapan pemberian Pembebasan Cukai dengan masa berlaku periode bulan November 2024 sampai dengan Desember 2024 atau bulan Desember 2024, dapat mengajukan permohonan penambahan Pembebasan Cukai tahun 2024 selama belum ditetapkan keputusan mengenai penggunaan barang kena cukai untuk tahun 2025 dengan menggunakan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER- 46/BC/2012 tentang Tata Cara Pemberian dan Pencabutan Keputusan Pembebasan Cukai Etil Alkohol dan Minuman Mengandung Etil Alkohol sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER- 43/BC/2017 tentang Perubahan Kedua atas PER- 46/BC/2012 tentang Tata Cara Pemberian dan Pencabutan Keputusan Pembebasan Cukai Etil Alkohol dan Minuman Mengandung Etil Alkohol, dalam hal:
1. |
jumlah barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai pada periode Pembebasan Cukai tahun berjalan tidak mencukupi; |
2. |
adanya penambahan atau perubahan jenis BHA Bukan BKC pada periode Pembebasan Cukai berjalan; dan/atau |
3. |
adanya penambahan jenis etil alkohol dan/atau jenis bahan pencampur yang digunakan dalam pencampuran etil alkohol yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC pada periode Pembebasan Cukai berjalan; |
|
f. |
perhitungan Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud huruf e diberikan berdasarkan:
1. |
kebutuhan barang kena cukai yang dimohonkan untuk tahun 2024; |
2. |
saldo barang kena cukai yang masih berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna; dan/atau |
3. |
realisasi pemakaian barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai berdasarkan buku persediaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dan/atau laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; |
|
|
dan |
g. |
penetapan pemberian pembebasan cukai yang telah diterbitkan dan dicabut selain karena alasan permohonan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-46/BC/2012 tentang Tata Cara Pemberian dan Pencabutan Keputusan Pembebasan Cukai Etil Alkohol dan Minuman Mengandung Etil Alkohol sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-43/BC/2017 tentang Perubahan Kedua atas PER-46/BC/2012 tentang Tata Cara Pemberian dan Pencabutan Keputusan Pembebasan Cukai Etil Alkohol dan Minuman Mengandung Etil Alkohol, dapat mengajukan permohonan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah dilakukan pencabutan. |
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER- 46/BC/2012 tentang Tata Cara Pemberian dan Pencabutan Keputusan Pembebasan Cukai Etil Alkohol dan Minuman Mengandung Etil Alkohol sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-43/BC/2017 tentang Perubahan Kedua atas PER-46/BC/2012 tentang Tata Cara Pemberian dan Pencabutan Keputusan Pembebasan Cukai Etil Alkohol dan Minuman Mengandung Etil Alkohol dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 23
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal, 13 November 2024
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Ditandatangani secara elektronik
ASKOLANI