PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 80 TAHUN 2024
TENTANG
TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DAN PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN HIBAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. | bahwa untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan kesederhanaan dalam pemberian fasilitas perpajakan atas pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri, perlu mengatur tata cara pemberian fasilitas pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah dan pajak penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri yang selaras dengan perkembangan terkini pelaksanaan dan pengadministrasian hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri; |
b. | bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000 tentang Perubahan Kedua Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 463/KMK.01/1998 tanggal 21 Oktober 1998 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri belum cukup mengatur hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a sehingga perlu diganti; |
c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri; |
Mengingat :
1. | Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
2. | Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856); |
3. | Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856); |
4. | Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); |
5. | Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 70) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 48); |
6. | Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5202); |
7. | Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98); |
8. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.05/2017 tentang Administrasi Pengelolaan Hibah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 990); |
9. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977); |
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DAN PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN HIBAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. | Hibah Luar Negeri yang selanjutnya disebut Hibah adalah setiap penerimaan negara yang diperoleh pemerintah dari pemberi hibah yang berasal dari luar negeri dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang dan/atau jasa, yang tidak perlu dibayar kembali. |
2. | Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disebut Pinjaman adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh pemerintah dari kreditor yang berasal dari luar negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. |
3. | Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. |
4. | Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. |
5. | Kementerian/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara. |
6. | Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pemda adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. |
7. | Proyek Pemerintah adalah proyek atau kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga atau Pemda untuk melaksanakan fungsi pemerintahan yang meliputi fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, pemberdayaan, dan pelindungan. |
8. | Pemberi Hibah adalah pihak yang berasal dari luar negeri yang memberikan Hibah kepada pemerintah. |
9. | Pemberi Pinjaman adalah kreditor yang berasal dari luar negeri yang memberikan pinjaman kepada pemerintah. |
10. | Penerima Hibah adalah Kementerian/Lembaga yang menerima Hibah dari Pemberi Hibah. |
11. | Penerima Pinjaman adalah Kementerian/Lembaga yang menerima Pinjaman dari Pemberi Pinjaman. |
12. | Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman adalah Pemda yang menerima penerusan Hibah dan/atau Pinjaman dari Penerima Hibah atau Penerima Pinjaman. |
13. | Hibah Uang adalah Hibah yang diterima oleh Kementerian/Lembaga dalam bentuk uang tunai atau uang untuk membiayai kegiatan yang penarikannya dapat dilakukan melalui Kuasa Bendahara Umum Negara maupun tidak melalui Kuasa Bendahara Umum Negara yang dilaksanakan sebagai bagian dari APBN dan dapat diterushibahkan kepada Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman untuk dibelanjakan melalui mekanisme APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
14. | Hibah Barang dan/atau Jasa adalah Hibah yang diterima oleh Kementerian/Lembaga dalam bentuk barang dan/atau jasa yang dilaksanakan sebagai bagian dari APBN dan dapat diterushibahkan kepada Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
15. | Nomor Register adalah nomor register sebagaimana tercantum dalam surat penetapan nomor register atas perjanjian Hibah dan/atau Pinjaman yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah. |
16. | Kontraktor Utama adalah kontraktor, konsultan, atau pemasok yang menandatangani perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis dengan Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, atau Pemberi Hibah barang dan/atau jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah. |
17. | Pemberitahuan Kontraktor Utama adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman kepada Direktorat Jenderal Pajak bahwa Kontraktor Utama berdasarkan kontrak ditunjuk untuk melaksanakan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman. |
18. | Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atas Pemberitahuan Kontraktor Utama. |
19. | Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak adalah kegiatan meregistrasikan barang kena pajak yang akan diimpor, barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean yang akan dimanfaatkan di dalam daerah pabean, dan jasa kena pajak dari luar daerah pabean yang akan dimanfaatkan di dalam daerah pabean oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman, yang disampaikan oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman kepada Direktorat Jenderal Pajak. |
20. | Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak adalah bukti registrasi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atas pengajuan Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak. |
21. | Permohonan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut yang selanjutnya disebut Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM adalah permohonan pemanfaatan fasilitas berupa pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah tidak dipungut yang disampaikan oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, atau Kontraktor Utama kepada Direktorat Jenderal Pajak. |
22. | Surat Keterangan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut Surat Keterangan Tidak Dipungut adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa wajib pajak memperoleh fasilitas tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah berdasarkan Peraturan Menteri ini. |
23. | Permohonan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Ditanggung oleh Pemerintah yang selanjutnya disebut Permohonan Fasilitas PPh adalah permohonan yang disampaikan oleh Kontraktor Utama kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk dapat memanfaatkan fasilitas berupa Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah, sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman. |
24. | Surat Keterangan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Ditanggung oleh Pemerintah yang selanjutnya disebut Surat Keterangan Fasilitas PPh adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atas pengajuan Permohonan Fasilitas PPh. |
25. | Laporan Realisasi Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan yang Ditanggung oleh Pemerintah yang selanjutnya disebut Laporan Realisasi Fasilitas PPh adalah laporan yang disampaikan oleh Kontraktor Utama kepada Direktorat Jenderal Pajak sehubungan dengan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman. |
26. | Kantor Pelayanan Pajak adalah kantor pelayanan pajak tempat Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, atau Kontraktor Utama terdaftar. |
27. | Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. |
28. | Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. |
29. | Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan. |
30. | Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. |
31. | Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. |
32. | Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. |
33. | Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Surat Pemberitahuan Masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak. |
34. | Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan. |
35. | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. |
BAB II
JENIS DAN PENERIMA FASILITAS PERPAJAKAN
Pasal 2
Dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman dapat diberikan fasilitas di bidang perpajakan berupa:
a. | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut bagi:
|
||||||
b. | Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah bagi Kontraktor Utama. |
Pasal 3
(1) | Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:
|
||||
(2) | Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan dana pinjaman kegiatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah. | ||||
(3) | Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus:
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 4
(1) | Proyek Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi proyek/kegiatan Kementerian/Lembaga dan/atau Pemda yang:
|
||||
(2) | Proyek Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai bagian dari APBN atau APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||
(3) | Proyek Pemerintah yang diperoleh dari Hibah Barang dan/atau Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa:
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 5
Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 1 merupakan pihak yang dinyatakan sebagai instansi pelaksana (implementing agency) pada proses bisnis registrasi perjanjian Hibah dan/atau Pinjaman yang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
KRITERIA JENIS DAN OBJEK PAJAK YANG DIBERIKAN FASILITAS PERPAJAKAN
Pasal 6
(1) | Fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat diberikan atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang kepada:
|
||||||||||||||||||||
(2) | Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan sepanjang Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, Kontraktor Utama, atau Pemberi Hibah barang dan/atau jasa telah memiliki Surat Keterangan Tidak Dipungut sebelum saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. | ||||||||||||||||||||
(3) | Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: | ||||||||||||||||||||
(4) | Surat Keterangan Tidak Dipungut bagi Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan sepanjang Kontraktor Utama telah memiliki:
|
||||||||||||||||||||
(5) | Fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dapat diberikan kepada Kontraktor Utama atas Pajak Penghasilan yang terutang dari penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor Utama. | ||||||||||||||||||||
(6) | Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diberikan sepanjang Kontraktor Utama telah:
|
||||||||||||||||||||
(7) | Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah meliputi Pajak Penghasilan yang bersifat:
|
||||||||||||||||||||
(8) | Dalam hal Kontraktor Utama merupakan wajib pajak berbentuk bentuk usaha tetap, fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak diberikan atas penghasilan bentuk usaha tetap berupa selisih penghasilan kena pajak dengan Pajak Penghasilan dari suatu bentuk usaha tetap dimaksud yang tidak ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. | ||||||||||||||||||||
(9) | Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan. |
Pasal 7
(1) | Dalam hal atas pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) hanya sebagian:
fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan terhadap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas bagian kegiatan yang dibiayai atau barang dan/atau jasa yang berasal dari Hibah dan/atau Pinjaman. |
||||
(2) | Dalam hal penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dalam suatu tahun pajak diterima atau diperoleh dari:
fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b diberikan atas bagian Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman. |
BAB IV
PEMBERITAHUAN KONTRAKTOR UTAMA DAN REGISTRASI BARANG KENA PAJAK/JASA KENA PAJAK
Pasal 8
(1) | Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman:
kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam hal fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 akan dimanfaatkan oleh Kontraktor Utama. |
||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pemberitahuan Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi dan menyampaikan formulir Pemberitahuan Kontraktor Utama, yang dilengkapi dengan dokumen pendukung. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Pemberitahuan Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi dengan informasi mengenai:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Pemberitahuan Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas setiap perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis, untuk masing-masing Kontraktor Utama. |
Pasal 9
(1) | Atas Pemberitahuan Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dan menerbitkan:
|
||||
(2) | Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama atau surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Pemberitahuan Kontraktor Utama diterima. |
Pasal 10
(1) | Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b disampaikan oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak setelah memperoleh Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi dan menyampaikan formulir Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak, yang dilengkapi dengan dokumen pendukung. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan informasi mengenai:
|
Pasal 11
(1) | Atas Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dan menerbitkan:
|
||||
(2) | Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak atau surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak dilakukan. |
BAB V
PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
Pasal 12
(1) | Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diperoleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, Kontraktor Utama, dan/atau Pemberi Hibah atau Pinjaman dengan menyampaikan Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mengisi dan menyampaikan formulir Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM, yang dilengkapi dengan dokumen pendukung. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilengkapi dengan informasi mengenai:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis antara Kontraktor Utama dengan pihak di luar Daerah Pabean yang melakukan penyerahan barang dan/atau Jasa. |
Pasal 13
(1) | Atas Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dan menerbitkan:
|
||||
(2) | Surat Keterangan Tidak Dipungut atau surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM diterima. | ||||
(3) | Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:
|
||||
(4) | Surat Keterangan Tidak Dipungut atas Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b, diterbitkan untuk Pemberi Hibah barang dan/atau jasa. |
Pasal 14
(1) | Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada:
yang memanfaatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf c, wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
||||||||||||||
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat pada:
|
||||||||||||||
(3) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diisi secara benar, lengkap dan jelas, dan memuat informasi berupa:
|
||||||||||||||
(4) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diberikan keterangan “PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995”. | ||||||||||||||
(5) | Dalam hal keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tersedia dalam aplikasi pembuatan Faktur Pajak, Pengusaha Kena Pajak melakukan pemutakhiran aplikasi pembuatan Faktur Pajak. | ||||||||||||||
(6) | Atas 1 (satu) nomor Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b hanya dapat digunakan untuk pembuatan 1 (satu) Faktur Pajak. | ||||||||||||||
(7) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Pasal 15
Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, atau Kontraktor Utama yang memanfaatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan/atau Pajak Penghasilan atas impor barang harus mencantumkan nomor Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dalam dokumen pemberitahuan pabean yang dibuat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH
Pasal 16
(1) | Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) huruf a diperoleh Kontraktor Utama dengan menyampaikan Permohonan Fasilitas PPh kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak. | ||||||||||||||||||||||
(2) | Permohonan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kontraktor Utama dengan mengisi dan menyampaikan formulir Permohonan Fasilitas PPh, yang dilengkapi dengan dokumen pendukung. | ||||||||||||||||||||||
(3) | Permohonan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal dilengkapi dengan informasi mengenai:
|
||||||||||||||||||||||
(4) | Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d. | ||||||||||||||||||||||
(5) | Dalam hal Kontraktor Utama merupakan subjek pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, Permohonan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Kontraktor Utama melalui Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman terdaftar. |
Pasal 17
(1) | Atas permohonan fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dan menerbitkan:
|
||||
(2) | Surat Keterangan Fasilitas PPh atau surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima. | ||||
(3) | Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan tanggal berakhirnya Proyek Pemerintah sebagaimana tercantum dalam perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis. | ||||
(4) | Dalam hal terdapat perubahan perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis yang mengakibatkan adanya perubahan jangka waktu pelaksanaan Proyek Pemerintah, Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sampai dengan jangka waktu sesuai dalam perubahan perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis. | ||||
(5) | Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dimiliki oleh Kontraktor Utama sebelum diterima atau diperolehnya penghasilan dari pelaksanaan Proyek Pemerintah. | ||||
(6) | Dalam hal penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor Utama merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, Kontraktor Utama harus menyerahkan Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman. | ||||
(7) | Surat Keterangan Fasilitas PPh atas Permohonan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) diterbitkan untuk Kontraktor Utama. |
Pasal 18
(1) | Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) huruf b harus:
|
||||||||||||||||||
(2) | Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan lembar penghitungan jumlah Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah. | ||||||||||||||||||
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Surat Pemberitahuan Masa dianggap sebagai Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal penghasilan Kontraktor Utama dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. | ||||||||||||||||||
(4) | Surat Pemberitahuan Masa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
|
||||||||||||||||||
(5) | Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi mengenai:
|
||||||||||||||||||
(6) | Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3) harus disampaikan paling lambat sampai dengan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak atau masa pajak diterima atau diperolehnya penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||||||||||||||
(7) | Laporan Realisasi Fasilitas PPh yang tidak disampaikan dan/atau tidak dilampirkan dalam surat pemberitahuan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), harus disampaikan dan dilampirkan dalam surat pemberitahuan Pajak Penghasilan paling lambat:
untuk dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah pada masa pajak atau tahun pajak bersangkutan. |
||||||||||||||||||
(8) | Dalam hal terdapat perubahan nilai Pajak Penghasilan terutang yang ditanggung oleh pemerintah yang telah dilaporkan sebelumnya, Kontraktor Utama dapat menyampaikan pembetulan Laporan Realisasi Fasilitas PPh dan pembetulan surat pemberitahuan Pajak Penghasilan paling lambat pada batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7). | ||||||||||||||||||
(9) | Pajak Penghasilan yang diberikan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) yaitu sebesar jumlah Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah yang tercantum pada Laporan Realisasi Fasilitas PPh atau pembetulannya dan dilampirkan dalam surat pemberitahuan atau pembetulannya yang dilaporkan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), atau ayat (8). | ||||||||||||||||||
(10) | Dalam hal Laporan Realisasi Fasilitas PPh tidak memenuhi ketentuan ayat (6), ayat (7), atau ayat (8), atas penghasilan Kontraktor Utama tidak diberikan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah. | ||||||||||||||||||
(11) | Atas Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (10) tidak dianggap sebagai Laporan Realisasi Fasilitas PPh. | ||||||||||||||||||
(12) | Dalam hal Kontraktor Utama menyampaikan pembetulan atas Laporan Realisasi Fasilitas PPh dan pembetulan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan melebihi batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang mengakibatkan jumlah Pajak Penghasilan menjadi lebih besar, jumlah Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah yaitu sebesar jumlah Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah yang tercantum pada Laporan Realisasi Fasilitas PPh dan dilampirkan dalam surat pemberitahuan tahunan sampai dengan batas waktu dimaksud. | ||||||||||||||||||
(13) | Kontraktor Utama wajib melakukan penyetoran sendiri ke kas negara atas:
sesuai saat terutangnya Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, kecuali atas Pajak Penghasilan yang bersifat final dari penghasilan sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah Uang dan/atau Pinjaman. |
||||||||||||||||||
(14) | Selisih kurang sebagaimana dimaksud pada ayat (13) huruf b atas Pajak Penghasilan yang bersifat final dari penghasilan sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah Uang dan/atau Pinjaman dilunasi dengan cara pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan dan penyetoran ke kas negara oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman sesuai saat terutangnya Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Pasal 19
Fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) huruf a sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang:
a. | dibiayai dengan Hibah Uang dan/atau Pinjaman, dilakukan dengan memberikan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah atas Pajak Penghasilan yang dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman pada saat terutangnya Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor Utama; dan/atau |
b. | diperoleh dari Hibah Barang dan/atau Jasa, dilakukan dengan memberikan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah atas Pajak Penghasilan terutang sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah dimaksud yang dilakukan melalui penghitungan dan penyetoran sendiri oleh Kontraktor Utama dalam Surat Pemberitahuan Masa pada masa pajak diterima atau diperolehnya penghasilan. |
Pasal 20
(1) | Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman yang melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a wajib:
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
||||||
(2) | Dalam hal:
sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman membuat bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan Masa paling lambat pada batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) huruf a. |
||||||
(3) | Dalam hal:
Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman melakukan pembetulan bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan dan melaporkannya dalam pembetulan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat pada batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (8). |
||||||
(4) | Dalam hal pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan selisih lebih jumlah pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, atas selisih lebih dimaksud tidak dapat diajukan permohonan pengembalian pajak oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, atau Kontraktor Utama. |
Pasal 21
(1) | Kontraktor Utama wajib melaporkan Pajak Penghasilan terutang yang dilakukan penghitungan dan penyetoran sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b dalam Surat Pemberitahuan Masa untuk masa pajak diterima atau diperolehnya penghasilan bersangkutan sesuai dengan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Dalam hal terdapat Pajak Penghasilan terutang yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa sesuai dengan batas waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor Utama dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat pada batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) huruf a. |
(3) | Dalam hal terdapat perubahan jumlah Pajak Penghasilan terutang yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa sebelumnya, Kontraktor Utama dapat menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat pada batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (8). |
(4) | Dalam hal pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan selisih lebih jumlah Pajak Penghasilan, atas selisih lebih dimaksud tidak dapat diajukan permohonan pengembalian pajak oleh Kontraktor Utama. |
Pasal 22
(1) | Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) huruf b sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah Uang atau Pinjaman, dilakukan melalui:
|
||||||
(2) | Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) huruf b sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang diperoleh dari Hibah Barang dan/atau Jasa, dilakukan melalui:
|
||||||
(3) | Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf a, meliputi:
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
||||||
(4) | Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan dalam hal Kontraktor Utama memiliki:
|
||||||
(5) | Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman yang melakukan pembayaran kepada Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah Uang atau Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
||||||
(6) | Dalam hal Kontraktor Utama tidak memiliki Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, atas kegiatan impor tidak dapat diberikan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf a. | ||||||
(7) | Dalam hal Kontraktor Utama tidak memiliki Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor Utama tidak dapat diberikan:
|
||||||
(8) | Besarnya Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah dalam 1 (satu) tahun pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat 2 huruf b dihitung berdasarkan:
|
||||||
(9) | Dalam hal Kontraktor Utama wajib pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b merupakan wajib pajak badan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan, penghasilan kena pajak yang berasal dari Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a dapat memperoleh fasilitas berupa pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E Undang¬-Undang mengenai Pajak Penghasilan, dengan terlebih dahulu memperhitungkan bagian penghasilan kena pajak yang berasal dari selain Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b. | ||||||
(10) | Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) wajib:
antara penghasilan dari pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a untuk setiap proyek dan penghasilan dari selain pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b. |
||||||
(11) | Dalam hal pada saat melakukan pembukuan terpisah sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a terdapat biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan oleh Kontraktor Utama dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak atas penghasilan dari pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a dengan penghasilan dari selain pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b, pembebanan biaya bersama dimaksud dialokasikan secara proporsional. | ||||||
(12) | Kerugian selama pelaksanaan suatu Proyek Pemerintah dikompensasikan dengan penghasilan dari pelaksanaan Proyek Pemerintah yang sama pada tahun pajak berikutnya. | ||||||
(13) | Sisa kerugian pada tahun pajak berakhirnya suatu Proyek Pemerintah dikompensasikan dengan penghasilan selain dari pelaksanaan Proyek Pemerintah. | ||||||
(14) | Tata cara kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dan ayat (13) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Pasal 23
(1) | Pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung pemerintah. |
(2) | Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi belanja subsidi Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah dan pendapatan Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah. |
Pasal 24
(1) | Dalam hal Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b yang akan memanfaatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan/atau Pajak Penghasilan merupakan subjek pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, pemanfaatan fasilitas dimaksud dilakukan melalui mekanisme Pemberitahuan Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. | ||||||
(2) | Untuk dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan/atau Pajak Penghasilan, Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak perlu:
|
||||||
(3) | Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama dan Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak dipersamakan sebagai Surat Keterangan Tidak Dipungut bagi Kontraktor Utama yang merupakan subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
BAB VII
PENGGANTIAN, PENCABUTAN, DAN PEMBATALAN
Pasal 25
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan penggantian, pembatalan, dan/atau pencabutan atas:
berdasarkan permohonan atau secara jabatan setelah melakukan penelitian. |
||||||||
(2) | Permohonan penggantian, pembatalan, dan/atau pencabutan diajukan oleh pihak yang melakukan pemberitahuan, registrasi, atau permohonan untuk memperoleh dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak. | ||||||||
(3) | Permohonan penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan dalam hal terdapat:
|
||||||||
(4) | Kesalahan tulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tidak termasuk perubahan Kontraktor Utama, atau penambahan jenis dan jumlah barang dan/atau jasa. | ||||||||
(5) | Atas permohonan penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima. |
||||||||
(6) | Atas penggantian secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dokumen pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a. | ||||||||
(7) | Dokumen pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan ayat (6) berlaku sejak tanggal diterbitkannya dokumen yang pertama kali dilakukan penggantian. | ||||||||
(8) | Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam hal:
Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak, Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM, atau Permohonan Fasilitas PPh yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||||
(9) | Pencabutan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal diperoleh data dan/atau informasi bahwa Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman dihentikan. | ||||||||
(10) | Ketentuan dan/atau tata cara mengenai penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) berlaku mutatis mutandis terhadap tata cara penerbitan pembatalan dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||
(11) | Pencabutan mengakibatkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku sampai dengan tanggal penghentian Proyek Pemerintah. | ||||||||
(12) | Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan fasilitas di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak dapat diberikan. |
BAB VIII
PERTUKARAN DATA
Pasal 26
(1) | Direktur Jenderal yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara memberikan data dan/atau informasi registrasi Hibah dan/atau Pinjaman kepada Direktur Jenderal Pajak melalui sistem pertukaran data yang tersedia di lingkungan Kementerian Keuangan untuk dapat digunakan dalam mendukung pelaksanaan pemberian fasilitas perpajakan. |
(2) | Penyampaian data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik. |
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 27
(1) | Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak telah memiliki sistem penyampaian secara elektronik, penyampaian:
dilakukan melalui saluran elektronik. |
||||||||||||
(2) | Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak telah memiliki sistem penerbitan secara elektronik, penerbitan:
dilakukan melalui saluran elektronik. |
||||||||||||
(3) | Penggunaan sistem penyampaian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sistem penerbitan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan melalui pemberitahuan oleh Direktur Jenderal Pajak. | ||||||||||||
(4) | Dalam hal sistem penyampaian secara elektronik tidak dapat diakses yang disebabkan oleh keadaan kahar, penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara langsung kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak. | ||||||||||||
(5) | Keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
Pasal 28
Direktur Jenderal Pajak mendelegasikan kewenangan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), dan Pasal 25 ayat (1).
Pasal 29
Contoh format:
a. | Pemberitahuan Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); | ||||||||||
b. | Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); | ||||||||||
c. | Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1); | ||||||||||
d. | Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1); | ||||||||||
e. | Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1); | ||||||||||
f. | Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1); | ||||||||||
g. | Permohonan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1); | ||||||||||
h. | Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1); | ||||||||||
i. | surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), dan Pasal 17 ayat (1); | ||||||||||
j. | Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1); | ||||||||||
k. | Lembar penghitungan jumlah Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2); | ||||||||||
l. | dokumen:
|
dan contoh penghitungan Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
(1) | Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman yang memenuhi ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000 tentang Perubahan Kedua Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, yang terutang Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final untuk tahun pajak 2024 yang belum berakhir sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, maka:
|
||||||
(2) | Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang diperoleh dari Hibah Barang dan/atau Jasa sejak Peraturan Menteri ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2024 yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final, pemberian fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah dilakukan melalui penyetoran sendiri oleh Kontraktor Utama dalam Surat Pemberitahuan Masa masa pajak Juli 2025 yang disampaikan paling lambat tanggal 30 November 2025. |
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000 tentang Perubahan Kedua Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 32
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
Ditetapkan di Jakarta ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2024
PLT. DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 770