Peraturan Pemerintah Nomor : 58 TAHUN 2023

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 58 TAHUN 2023
 
TENTANG
 
TARIF PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN

SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN

WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa tarif pajak penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri telah diubah sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan Wajib Pajak orang pribadi;
  2. bahwa dalam rangka memberikan kemudahan dan kesederhanaan pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan kepada Wajib Pajak atas pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, termasuk bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, anggota kepolisian negara Republik Indonesia, dan pensiunannya, perlu dilakukan penyesuaian terhadap mekanisme pemotongan dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi;

Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TARIF PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI.               

         

BAB I
KETENTUAN UMUM
                
Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:                

  1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  2. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
  3. Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah batasan penghasilan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak dikenai pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.         

BAB II
TARIF PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN

SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN WAJIB PAJAK

ORANG PRIBADI
                
Pasal 2

(1) Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 terdiri atas: 

a. tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan; dan
b. tarif efektif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.
(2) Tarif efektif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

a. tarif efektif bulanan; atau
b. tarif efektif harian.
(3) Tarif efektif bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikategorikan berdasarkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan Wajib Pajak pada awal tahun pajak.
(4) Kategori tarif efektif bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:

a. kategori A diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status Penghasilan Tidak Kena Pajak:

1. tidak kawin tanpa tanggungan;
2. tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 1 (satu) orang; atau
3. kawin tanpa tanggungan.
b. kategori B diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status Penghasilan Tidak Kena Pajak:

1. tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 2 (dua) orang;
2. tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 3 (tiga) orang;
3. kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 1 (satu) orang; atau
4. kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 2 (dua) orang.
c. kategori C diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status Penghasilan Tidak Kena Pajak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 3 (tiga) orang.
(5) Perincian atas tarif efektif bulanan dari masing-masing kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta besaran penghasilan bruto bulanan untuk masing-masing tarif dimaksud sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A, huruf B, dan huruf C yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(6) Perincian atas tarif efektif harian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b beserta besaran penghasilan bruto harian untuk masing-masing tarif dimaksud sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

 

Pasal 3

Tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 digunakan untuk pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, termasuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, anggota kepolisian negara Republik Indonesia, dan pensiunannya.

BAB III
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 4

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5174), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.       

Pasal 5

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024.
                    
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.      

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2023
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2023
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PRATIKNO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 163

                    
PENJELASAN
ATAS
 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 58 TAHUN 2023
 
TENTANG
 
TARIF PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
                              

I. UMUM

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terdapat perubahan materi khususnya perubahan tarif pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Untuk itu, perlu dilakukan penyesuaian tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi. Selanjutnya, dalam rangka mendorong tingkat kepatuhan Wajib Pajak terhadap pemenuhan kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, perlu memberikan kemudahan teknis penghitungan dan administrasi pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.

Untuk mewujudkan hal-hal tersebut di atas, perlu diatur penggunaan tarif efektif yang digunakan untuk pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, selain tarif pajak penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan, tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat ditetapkan berbeda dari tarif pajak penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan, melalui Peraturan Pemerintah.
 

Penetapan tarif efektif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan dengan telah memperhatikan adanya pengurang penghasilan bruto berupa biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Penerapan tarif efektif ini akan memberikan kemudahan dan penyederhanaan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Wajib Pajak.

Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 berupa tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dan tarif efektif yang digunakan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, termasuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, anggota kepolisian negara Republik Indonesia, dan pensiunannya.

   
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Contoh:
Tuan R bekerja sebagai pegawai tetap pada perusahaan PT ABC. Selama tahun 2024, Tuan R memperoleh gaji sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per bulan dan membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan. Tuan R berstatus menikah dan tidak memiliki tanggungan (Penghasilan Tidak Kena Pajak K/0). Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut:

  1. Berdasarkan status PTKP (K/0) dan jumlah penghasilan bruto sebulan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan R untuk masa pajak Januari 2024 sampai November 2024 dilakukan dengan menggunakan tarif efektif Kategori A yaitu dengan tarif sebesar 2% (dua persen).

Besaran Pajak Penghasilan Pasal 21 per bulan yang dipotong oleh PT ABC atas penghasilan Tuan R untuk masa pajak Januari sampai November 2024 adalah sebesar Rp10.000.000,00 x 2% = Rp200.000,00.

  2. Pada bulan Desember 2024, penghitungan besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan R dalam satu tahun pajak (Januari-Desember 2024) dilakukan dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.
 
Besaran Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong oleh PT ABC atas penghasilan Tuan R untuk masa pajak Desember 2024 adalah sebagai berikut:

Gaji

  Rp10.000.000,00 x 12 = Rp120.000.000,00

    
Pengurangan:    

1. Biaya jabatan
5% x Rp 120.000.000,00 
= Rp6.000.000,00 
2. Iuran pensiun
Rp100.000,00 x 12
= Rp1.200.000,00 

         

      Rp    7.200.000,00
Penghasilan neto setahun    
Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun    Penghasilan Kena Pajak setahun    
  Rp112.800.000,00
Rp  58.500.000,00
Rp  54.300.000,00

Pajak Penghasilan Pasal 21 setahun

= Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh x Penghasilan Kena Pajak setahun
= 5% x Rp54.300.000,00 = Rp2.715.000,00

Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan Desember 2024

= Pajak Penghasilan Pasal 21 setahun – jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan Januari 2024 sampai dengan November 2024 yang telah dipotong
= Rp2.715.000,00 – (Rp200.000,00 x 11) = Rp515.000,00

Ayat (2)

Huruf a

Penentuan tarif efektif bulanan dalam ketentuan ini telah mempertimbangkan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan/atau Penghasilan Tidak Kena Pajak yang seharusnya menjadi pengurang penghasilan bruto.

Huruf b

Penentuan tarif efektif harian dalam ketentuan ini telah mempertimbangkan bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang seharusnya menjadi pengurang penghasilan bruto.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Penghasilan bruto bulanan yang menjadi dasar penerapan tarif efektif bulanan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu penghasilan yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dalam satu masa pajak.

Ayat (6)

Penghasilan bruto harian yang menjadi dasar penerapan tarif efektif harian pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu penghasilan Pegawai Tidak Tetap yang diterima secara harian, mingguan, satuan, atau borongan.

Dalam hal penghasilan tidak diterima secara harian, dasar penerapan yang digunakan adalah jumlah rata-rata penghasilan sehari yaitu rata-rata upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

     
                         

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6904