JAKARTA — Kementerian Keuangan melaporkan produksi minyak dan gas atau migas yang tidak sesuai target berdampak pada setoran pajak maupun penerimaan bukan pajak dalam APBN 2024.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu melaporkan per Oktober 2024, penerimaan negara dari Pajak Penghasilan (PPh) minyak dan gas (migas) mengalami kontraksi sebesar 8,97%. Tercatat PPh Migas yang masuk ke kantong kas negara senilai Rp53,7 triliun atau mencapai 70,31% dari target.
“PPh Migas masih mengalami kontraksi akibat penurunan lifting minyak bumi,” ujarnya, dikutip pada Senin (11/11/2024).
Bukan hanya pajak yang terpengaruh kondisi tersebut, namun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga tercatat kontraksi.
Meski PNBP secara umum telah mencapai Rp477,5 triliun atau 97,1% dari target tahun ini, tetapi tertahan oleh PNBP Sumber Daya Alam (SDA) Migas. Pada saat yang sama, kontraksi tersebut dikompensasi oleh kinerja dividen BUMN justru melesat.
Hingga bulan ke-10, PNBP SDA Migas tercatat senilai Rp93,9 triliun atau 85,2% dari target APBN 2024. Sepanjang tahun ini, penerimaan dari pos tersebut terpantau selalu kontraksi sejak Januari 2024.
Anggito menyebutkan realisasi SDA Migas yang kontraksi 4% dari periode yang sama tahun lalu atau year on year (YoY), akibat penurunan lifting minyak dan gas bumi karena tertundanya onstream dan penyusutan produksi alamiah sumuh migas yang tinggi.
Secara perinci dalam Buku APBN Kita edisi November 2024, lifting minyak bumi terkontraksi 4,46% YoY dan lifting gas bumi mengalami terkontraksi 0,21% YoY disebabkan tingkat penurunan alamiah sumur migas yang tinggi sejalan dengan fasilitas produksi migas utama yang telah menua (khususnya Wilayah Kerja pada Cepu dan Banyu Urip).
Adapun pada tahun ini, pemerintah menargetkan lifting minyak sebesar 635 ribu barel per hari (rbph) dan lifting gas sebanyak 1.033 ribu barel setara minyak per hari (rbsmph).
Realisasinya pada semester I/2024, tercatat lifting minyak berada di angka 576 rbph, sementara lifting gas bumi mencapai 946,61 rbsmph.
Kemenkeu mencatat landainya produksi minyak pada semester awal akibat unplanned shutdown sumur minyak akibat bencana seperti kebanjiran dan kebakaran. Selain itu, juga belum tersambungnya infrastruktur pipa gas di beberapa wilayah, serta low demand gas dari dalam dan luar negeri.
Hingga akhir tahun pun, pemerintah memproyeksikan lifting migas tak akan mencapai target awal. Di mana prognosis untuk akhir 2024, lifting minyak paling tinggi akan mencapai 609 rbph dan gas mencapai 1.007 rbsmph.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meminta Kepala SKK Migas Djoko Siswanto yang baru dilantik pada Kamis (7/11/2024), untuk segera meningkatkan lifting minyak dan gas bumi.
Menurut Bahlil, tugas tersebut sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan kedaulatan energi. Bahlil mengingatkan lifting minyak RI saat ini masih di level 600.000 barel per hari (BOPD), sedangkan konsumsi minyak mencapai 1,6 juta BOPD.
“Saya minta kepada Pak Djoko yang baru dilantik, saya minta untuk dituntaskan. Itu pekerjaan utama Bapak,” kata Bahlil.
———————-
Artikel berjudul “Produksi Minyak RI Loyo, Setoran Pajak dan PNBP Terkontraksi
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20241111/10/1814907/produksi-minyak-ri-loyo-setoran-pajak-dan-pnbp-terkontraksi