Respons Hipmi Soal Gap Penerimaan Pajak: Jangan Represif ke Pengusaha

JAKARTA — Kalangan pengusaha menilai pemerintah harus bekerja ekstra untuk menutup gap penerimaan pajak sekaligus menjaga iklim usaha tetap kondusif.

Sekretaris Jenderal BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira tak menampik bahwa target penerimaan pajak dalam APBN 2026 sebesar Rp2.357,7 triliun terbilang ambisius, mengingat realisasi penerimaan pada tahun ini yang diproyeksikan hanya mencapai 84% hingga 90% dari outlook sebesar Rp2.076,92 triliun.

“Yang paling penting adalah cara mengejar penerimaan tidak boleh membebani pelaku usaha yang sedang memulihkan cashflow dan memperluas ekspansi. Basis pajak harus diperluas secara sehat, bukan dengan pendekatan represif,” kata Anggawira kepada Bisnis, Senin (24/11/2025).

Dia menjelaskan, pemerintah tak bisa hanya mengandalkan intensifikasi terhadap wajib pajak yang telah patuh. Menurutnya, basis pajak perlu diperluas dengan integrasi data lintas kementerian/lembaga, digitalisasi ekonomi daerah, hingga memetakan sektor-sektor informal yang sudah memiliki potensi besar tetapi belum masuk sistem.

Anggawira menjelaskan, apabila ekstensifikasi pajak ini berjalan baik, maka tekanan terhadap pelaku usaha yang sudah patuh akan bisa ditekan.

Dia lantas menggarisbawahi pentingnya kepastian regulasi bagi dunia usaha, terutama terkait insentif, restitusi, dan aturan perpajakan yang sering berubah. 

Menurutnya, administrasi pajak harus bisa mempercepat restitusi tanpa praktik pemeriksaan berlebihan, hingga melakukan penyederhanaan proses keberatan dan banding.

Selain itu, Hipmi menilai bahwa insentif untuk industri padat karya, UMKM, ekonomi digital, dan hilirisasi harus diperkuat agar penerimaan pajak tumbuh secara alami. Hal ini dapat dicapai dengan penguatan kolaborasi bersama dunia usaha yang berbasis data riil di lapangan.

Terakhir, Anggawira menjelaskan bahwa pendekatan yang edukatif dan persuasif lebih efektif dibandingkan pendekatan yang berlebihan dalam menarik pajak.

“Ketika pelaku usaha merasa dianggap sebagai mitra pembangunan, kepatuhan pajak akan meningkat secara sukarela,” pungkasnya.

Adapun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan masih meyakini outlook penerimaan pajak sebesar Rp2.076,92 triliun sepanjang 2025 masih bisa tercapai.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto memaparkan bahwa realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.459,03 triliun hingga Oktober 2025 atau sekitar 70,2% dari perkiraan penerimaan sepanjang tahun. Artinya, otoritas pajak harus mengumpulkan Rp617,87 triliun dalam dua bulan agar outlook tersebut tercapai.

Oleh karenanya, pihaknya mencanangkan sejumlah strategi untuk mengamankan target penerimaan, antara lain memperkuat penegakan hukum, memperkuat sistem administrasi, hingga mengoptimalkan pembayaran pajak dari sektor utama yang mengalami pertumbuhan.

“Realisasi penerimaan dari bahan-bahan kegiatan proses bisnis utama Direktorat Jenderal Pajak dari mulai kegiatan pengawasan, pemeriksaan, penegakan hukum, dan penagihan yang sudah dilakukan sejak awal tahun,” kata Bimo dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (24/11/2025).

———————-

Artikel berjudul “Respons Hipmi Soal Gap Penerimaan Pajak: Jangan Represif ke Pengusaha
dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20251124/12/1931302/respons-hipmi-soal-gap-penerimaan-pajak-jangan-represif-ke-pengusaha