Setoran Pajak Longsor 4,4%, Hanya Rp1.295,3 Triliun Per September 2025

JAKARTA — Pemerintah mencatat bahwa penerimaan pajak pada September 2025 mencapai Rp1.295,3 triliun atau masih terkontraksi pada September 2025 sebesar 4,4% year on year. Angka ini setara 62,4% dari outlook APBN 2025 senilai Rp2.076,9 triliun. 

Adapun untuk mencapai outlook yang ditetapkan, otoritas pajak masih harus mengejar penerimaan sebesar Rp781,6 triliun. Kinerja penerimaan pajak itu secara persentase juga masih lebih rendah dibanding capaian September 2024 yang berada di angka 70%. 

Tren buruknya penerimaan pajak dipicu oleh lesunya setoran dari jenis pajak utama. PPh Badan misalnya realisasinya hanya sebesar Rp215,1 triliun atau terkontrasksi 9,4%. Nasib lebih buruk terjadi di setoran PPN yang terkontraksi sebesar 13,2% atau hanya senilai Rp474,4 triliun.

Masih rendahnya setoran pajak itu semakin mempertegas prediksi para pengamat yang memperkirakan setoran pajak tahunan pada 2025 akan melebar dari outlook APBN. 

Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono, misalnya, memperkirakan penerimaan hingga akhir tahun hanya akan mencapai Rp1.703,1 triliun atau sekitar 82% dari outlook, jika tren Januari–Agustus berlanjut tanpa perubahan signifikan.

“Proyeksi Januari—Desember 2025 dalam rupiah: Rp1.135,40 triliun x 1/8 x 12 = Rp1.703,1 triliun. Proyeksi Januari—Desember 2025 dalam persen: Rp1.703,1 triliun / Rp2.076,90 triliun x 100% = 82%,” jelas Prianto, Senin (22/9/2025).

Dia menyoroti enam langkah program hasil cepat (quick win) Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang dinilai tidak serta merta bisa mendongkrak penerimaan dalam waktu singkat.

Pertama, penempatan dana pemerintah di bank BUMN diharapkan mendorong kredit, konsumsi, dan tenaga kerja sehingga memperluas basis PPN dalam negeri. Namun, Prianto mengingatkan adanya risiko investasi fiktif bila prinsip kehati-hatian perbankan longgar.

Kedua, penagihan terhadap 200 penunggak pajak besar dengan target Rp50–60 triliun bergantung pada ketersediaan aset yang bisa segera dilelang. Ketiga, penegakan hukum lewat joint program berpotensi menambah penerimaan bila wajib pajak patuh, tetapi berisiko molor jika kasus masuk pengadilan.

Keempat, pertukaran data antarinstansi berdasarkan Pasal 35A UU KUP belum langsung berdampak karena data perlu klarifikasi melalui SP2DK. Kelima, perbaikan Coretax masih menyisakan masalah downtime dan kompleksitas sistem. Stabilitas penuh baru ditargetkan akhir 2025 sehingga kontribusinya terbatas tahun ini.

Keenam, penindakan cukai rokok ilegal hanya efektif bila distributor besar bisa ditindak. Jika tidak, tambahan penerimaan minim.

Senada, Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menilai outlook penerimaan pajak Rp2.076,9 triliun sulit tercapai. Hingga Agustus, capaian baru 54,7% dari target, lebih rendah dibanding 63,25% pada periode yang sama tahun lalu.

“Sebagai gambaran, capaian ini pada periode yang sama merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir. Meskipun berat, tapi bukan tidak mungkin untuk dicapai,” ujar Wahyu.

Dia menekankan pentingnya menjaga stabilitas ekonomi, terutama daya beli masyarakat dan kinerja keuangan korporasi.

“Dengan terjaganya konsumsi akan menimbulkan dampak lanjutan pada penerimaan pajak. Upaya menyuntikkan dana Rp200 triliun ke perbankan bisa menjadi salah satunya,” jelasnya.

Selain itu, Wahyu menilai eksekusi putusan perkara pajak yang sudah inkrah bisa menjadi solusi jangka pendek.

———————-

Artikel berjudul “Setoran Pajak Longsor 4,4%, Hanya Rp1.295,3 Triliun Per September 2025
dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20251014/259/1920164/setoran-pajak-longsor-44-hanya-rp12953-triliun-per-september-2025