JAKARTA — Pemerintah akan menanggung beban berat pengelolaan fiskal pada tahun depan jika shortfall penerimaan pajak melebar dari outlokk APBN 2025. Apalagi, pada Agustus lalu penerimaan pajak tercatat sebesar Rp1.135,4 triliun atau 54,7% dari outlook APBN 2025 sebesar Rp2.076,9 triliun.
Sekadar catatan, DPR telah mengesahkan telah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun pada tahun 2026. Target itu tumbuh 13,5% dari realisasi penerimaan pajak tahun 2025 yang diharapkan pemerintah.
Persoalannya, dengan realisasi penerimaan pajak yang masih di angka 54,7% dari target, risiko pelebaran shotfall penerimaan pajak masih sangat terbuka. Hal itu dapat berimbas kepada target pertumbuhan penerimaan pajak tahun berikutnya akan terlampau ambisius.
Sekadar ilustrasi, Bisnis mencatat bahwa kalau mengacu kinerja penerimaan tahun 2022-2024, besaran penerimaan 4 bulan terakhir berada di kisaran 31,7% – 38% dari realisasi penerimaan pajak.
Itu artinya, jika realisasi penerimaan pajak pada Agustus hanya di angka 54,7%, dengan basis capaian 4 bulan terakhir selama 2022-2024, kinerja penerimaan pajak 2025 hanya akan berada di angka 86,4% atau Rp1.794,4 triliun. Sementara capaian paling optimistis di angka 92,7% atau Rp1.925,2 triliun.
Di sisi lain, jika dihitung secara nominal dengan mengambil basis periode yang sama, penerimaan selama 4 bulan terakhir paling hanya akan berada di kisaran Rp544,9 triliun – Rp735,86 triliun. Artinya dengan realisasi penerimaan di angka Rp1.135,4 triliun pada Agustus 2025, maka penerimaan pajak tahun 2025 diperkirakan di angka 80,9% – 90,1% dari outlook APBN 2025 Rp2.076,9 triliun atau sekitar Rp1.680,3 triliun hingga Rp1.871,3 triliun.
Apabila menggunakan hasil simulasi itu sebagai basis untuk mengukur risiko penerimaan pajak pada tahun depan, pemerintah perlu mengejar target pertumbuhan penerimaan pajak sekitar 35% – 40% untuk memenuhi target sebesar Rp2.357,7 triliun.
Langkah Menkeu Purbaya
Adapun, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan menemui beberapa pihak untuk memastikan target penerimaan pajak sesuai outlook APBN 2025 senilai Rp2.076,9 triliun.
Purbaya menuturkan telah memiliki strategi, termasuk quick win untuk mengejar target penerimaan pajak yang sampai Agustus 2025 lalu masih kurang Rp941,5 triliun.
“Ada beberapa effort yang akan kami lakukan, tetapi belum bisa saya sampaikan. Saya akan menemui beberapa pihak dalam seminggu ini, harusnya sih tidak ada masalah,” ujar Purbaya kepada Bisnis, dikutip Rabu (24/92/2025).
Dalam catatan Bisnis, Purbaya memang sudah menyiapkan sejumlah program hasil cepat (quick win) untuk meningkatkan pendapatan negara, yang beberapa bulan belakangan masih terkontraksi. Salah satunya yaitu melakukan penagihan ke 200 penunggak pajak besar yang sudah inkrah.
“Kita mau kejar, eksekusi. Itu targetnya sekitar Rp50 triliun—60 triliun. Dalam waktu dekat ini kita tagih, dan mereka enggak bisa lari,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (22/9/2025).
Selain itu, ada lima program quick win lain. Pertama, penempatan Rp200 triliun di sistem perbankan. Menurutnya, belakangan ini penerimaan pajak terkontraksi karena ekonomi tumbuh lebih lambat dari perkiraan. Oleh sebab itu, dia meyakini penerimaan pajak berbalik positif apabila pertumbuhan ekonomi terakselerasi.
Purbaya optimistis dampak positif kebijakan penempatan dana Rp200 triliun ke sistem perbankan akan terasa pada tiga bulan terakhir 2025 sehingga penerimaan pajak juga tumbuh positif.
“Jadi saya naikin pendapatan [negara] bukan dengan naikan tarif, tapi dorong aktivitas ekonomi supaya pajak lebih besar, Anda juga enggak kerasa bayarnya. Kalau ekonominya tumbuh kencang, kan Anda bayar pajaknya happy [senang]. Itu yang kita kejar,” ujar Purbaya.
Kedua, Kementerian Keuangan juga memperkuat penegakan hukum dengan bekerja sama dengan Kejaksaan Agung, Polisi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Ketiga, Kementerian Keuangan melakukan pertukaran data dengan kementerian atau lembaga lain untuk memudahkan penagihan pajak. Keempat, optimalisasi Coretax. Purbaya meyakini bisa memperbaiki berbagai permasalahan Coretax dalam satu bulan. “Nanti saya bawa jago-jago dari luar yang jago IT untuk perbaiki itu dengan cepat,” ungkap Purbaya.
Kelima, patroli rokok ilegal. Purbaya mengaku sudah memanggil lokapasar digital seperi Bukalapak, Tokopedia, hingga Blibli agar tidak mengizinkan penjualan barang-barang ilegal, terutama rokok.
Selain itu, dia mengaku sudah mendeteksi siapa saja yang menjual rokok ilegal, baik dari pemasok hingga penjual di warung kelontong. “Yang jelas, bahwa siapapun yang jual rokok ilegal, di tempat mana, saya akan datangi secara random,” ujarnya.
Sejalan dengan itu, Purbaya menyatakan pihaknya akan mengawasi jalur-jalur impor. Jika ada kecurangan-kecurangan maka Purbaya menyatakan akan menindak, siapapun yang terlibat termasuk anak buahnya. “Nanti yang terlibat kita akan sikat, termasuk kalau ada yang terlibat di Bea Cukai dan orang Departemen [Kementerian] Keuangan. Tapi saya harap dengan itu nanti tuga bulan ke depan sudah hilang karena siklus impor kan kira-kira tiga bulan ya,” tutupnya.
———————-
Artikel berjudul “Setoran Pajak Seret, Beban Berat Mengintai Menkeu Purbaya Tahun Depan
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20250924/259/1914281/setoran-pajak-seret-beban-berat-mengintai-menkeu-purbaya-tahun-depan