Target Pajak 2026 Rp2.357 Triliun Terlalu Tinggi, Purbaya Perlu Andalkan Coretax

JAKARTA — Pengamat pajak menilai bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memasang target penerimaan pajak APBN 2026 yang terlalu tinggi. Oleh sebab itu, strategi untuk memperkuat sistem administrasi perpajakan Coretax maupun ekstensifikasi penerimaan ke transaksi digital dipandang perlu.

Untuk diketahui, pemerintah menargetkan penerimaan pajak hingga Rp2.357,7 triliun pada tahun depan, sebagaimana diatur pada Undang-Undang (UU) APBN 2026. Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu pun menyatakan Coretax dan opsi pemajakan transaksi digital menjadi beberapa strategi yang disiapkan guna mendulang penerimaan.

Kepala Riset Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar memandang dua strategi tersebut diperlukan. Khususnya terkait dengan pemajakan transaksi digital.

“Saya memang tidak punya angka pasti, terlebih terkait Coretax, tetapi melihat pertumbuhan transaksi digital yang signifikan bahkan tumbuh ‘double digit‘ ketika ekonomi melemah pada tahun 2024, pemerintah perlu melakukan optimalisasi penerimaan pajak atas ekonomi digital,” terangnya kepada Bisnis, Senin (24/11/2025).

Di sisi lain, lanjutnya, digitalisasi dinilai menimbulkan masalah pengawasan dan kepatuhan. Terlebih, tidak ada ‘trade-off‘ dari kedua opsi tersebut, dan keduanya tidak membebani ekonomi.

Untuk itu, Fajry menilai pemerintah dapat mengambil langkah penguatan Coretax maupun opsi pemajakan transaksi digital, sekalipun opsi dimaksud tidak berkontribusi signifikan dalam upaya pemerintah mengejar target pemasukan Rp2.357,7 triliun.

Menurut Fajry, masalah utama yang bakal dihadapi otoritas pajak bukan strategi melainkan target yang terlalu tinggi. Dia mengaku telah menyuarakan hal tersebut ketika pembahasan APBN beberapa bulan yang lalu.

Fajry mencatat bahwa proyeksi penerimaan pajak 2025 sampai Oktober diperkirakan hanya sekitar 85% dari target.

“Artinya Pemerintah butuh penerimaan tambahan berkisar Rp496,8 – Rp556,7 triliun untuk mencapai target penerimaan 2026,” terangnya.

Di sisi lain, dia pun membandingkan ketika otoritas memberlakukan program pengampunan pajak atau tax amnesty pada kisaran 2016–2017. Kebijakan pajak yang mampu menghasilkan penerimaan pajak terbesar itu pun, lanjutnya, hanya menghasilkan penerimaan pajak sebesar Rp130 triliun.

Oleh sebab itu, Fajry menyebut masalah yang ada merupakan target penerimaan yang terlalu besar oleh pemerintah.

“Pemerintah perlu melakukan bauran kebijakan untuk mengejar target penerimaan pajak tahun depan. Tidak ada ‘silver bullet‘ untuk mencapai target penerimaan pajak 2026. Jadi, selama kebijakan itu dapat berkontribusi pada peningkatan penerimaan dan tidak ada ‘trade off‘, pemerintah bisa mengambil langkah tersebut,” pungkasnya.

Sebelumnya pada konferensi pers APBN KiTa November 2025, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyatakan pihaknya bakal fokus memperkuat sistem pelayanan elektronik pajak yakni Coretax. Sistem administrasi perpajakan itu bakal digunakan untuk mengawal kepatuhan pembayaran pajak tahun berjalan maupun tahun-tahun sebelumnya.

Bimo juga mengungkap arahan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk mulai memperluas basis penerimaan pajak, supaya tidak lagi mempraktikkan ‘berburu di kebun binatang’. Perluasan atau ekstensifikasi dilakukan dengan basis data yang ada.

“Apakah itu nanti untuk melalui sistem elektronik misalnya, kemudian juga digital transaction yang lain nanti akan kami lihat sesuai dengan arahan pimpinan,” terang Dirjen Pajak lulusan Taruna Nusantara itu, Kamis (20/11/2025).

Adapun, untuk mengejar target pajak tahun ini, Bimo mengatakan bakal memaksimalkan seluruh instrumen yang ada. Untuk diketahui, realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Oktober 2025 baru Rp1.459 triliun atau 70,2% dari outlook laporan semester I/2025.

Dengan demikian, otoritas pajak masih harus mengejar sisa target pemasukan Rp614,9 triliun. Bimo menyebut pihaknya masih akan menggali seluruh potensi penerimaan dengan beragam strategi yang sudah dicanangkan.

Misalnya, dengan mirroring data internal antarunit Kemenkeu seperti Direktorat Jenderal Bea Cukai maupun Direktorat Jenderal Anggaran untuk PNBP.

“Kemudian data-data yang akan habis untuk audit dan juga untuk penegakan hukum akan kami selesaikan sampai Desember. Selain itu tentu ada strategi kami untuk penegakan hukum yang multi-door approach dengan semua aparat penegak hukum, kemudian menggabungkan antara tindak pidana perpajakan, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang,” terang Bimo.

———————-

Artikel berjudul “Target Pajak 2026 Rp2.357 Triliun Terlalu Tinggi, Purbaya Perlu Andalkan Coretax
dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20251124/259/1931132/target-pajak-2026-rp2357-triliun-terlalu-tinggi-purbaya-perlu-andalkan-coretax