JAKARTA – Pelaku usaha khawatir daya beli masyarakat makin turun seiring dengan rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%.
Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja menyampaikan, naiknya tarif PPN menjadi 12% tahun depan akan mengakibatkan harga produk di pusat-pusat perbelanjaan ikut terkerek, yang berdampak pada daya beli masyarakat.
“Ini akan memberatkan masyarakat terutama untuk kelas menengah bawah yang saat ini masih mengalami kesulitan dalam hal daya beli,” kata Alphonzus kepada Bisnis, Senin (18/11/2024).
Menurutnya, tarif PPN yang berlaku saat ini termasuk dalam kategori yang tidak rendah, jika dibanding dengan tarif yang berlaku di beberapa negara tetangga. Oleh karena itu, dia melihat tidak ada alasan mendesak untuk mengerek tarif PPN tahun depan.
Di sisi lain, jika pemerintah perlu mengerek penerimaan negara, Alphonzus mengusulkan agar pemerintah sebaiknya meningkatkan pertumbuhan usaha secara maksimal terlebih dahulu. Pasalnya, saat ini masih banyak potensi pertumbuhan yang belum diupayakan secara maksimal.
“Kenaikan tarif bisa dilakukan setelah pertumbuhan usaha mencapai tingkat yang optimal,” ujarnya.
Meskipun pemerintah tetap bersikeras untuk memberlakukan kenaikan tarif PPN menjadi 12%, dia meminta agar dibarengi dengan berbagai stimulus untuk masyarakat. Tujuannya, agar daya beli masyarakat kelas menengah bawah tidak semakin terpuruk.
Dia khawatir, pertumbuhan sektor ritel tahun depan hanya single digit saja, jika penerapan PPN 12% tidak diiringi dengan adanya stimulus bagi masyarakat kelas menengah bawah.
“Tanpa adanya stimulus maka pertumbuhan sektor ritel pada tahun depan diperkirakan hanya single digit saja atau dengan kata lain tidak akan lebih dari 10%,” pungkasnya.
Dalam catatan Bisnis, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal bahwa penerapan PPN 12% tahun depan tidak akan ditunda. Pasalnya, Undang-undang (UU) No.7/2021 telah mengamanatkan bahwa PPN harus naik sebesar 1%, dari 11% menjadi 12%, pada 1 Januari 2025.
“Kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa [jalankan],” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Rabu (13/11/2024).
Kendati begitu, Bendahara Negara memastikan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% tidak terjadi pada semua barang dan jasa. Kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi merupakan barang/jasa yang termasuk ke daftar PPN dibebaskan.
Boikot
Dalam perkembangannya di sosial media, masyarakat ramai-ramai mengajak untuk memboikot kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% tahun depan dengan mengurangi belanja.
Seruan boikot ini setidaknya ramai di media sosial X (dulu Twitter). Salah satu netizen pun mengajak netizen lainnya untuk hemat belanja minimal untuk satu tahun saja.
Netizen lain pun mengamini saran itu. Netizen mengajak untuk cermat dalam belanja dan mengajak berbelanja di warung tetangga saja alih-alih di minimarket demi menghindari PPN.
———————-
Artikel berjudul “Tarif PPN 12%: Pengusaha Was-Was Daya Beli Amblas
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20241119/12/1817088/tarif-ppn-12-pengusaha-was-was-daya-beli-amblas