JAKARTA — Perubahan formula pengupahan dengan mengerek indeks tertentu (alfa) dari 0,1—0,3 menjadi 0,5—0,9 mendorong kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 yang signifikan. Kondisi ini diprediksi membuat upah minimum di sejumlah daerah menembus ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
Sebagai gambaran, dengan asumsi kenaikan 5%, UMP di Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan berpotensi naik dari Rp4.285.850 menjadi Rp4.500.142 per bulan. Angka ini secara teknis telah melewati batas PTKP sebesar Rp4,5 juta per bulan sehingga memperluas basis pemajakan PPh Pasal 21 (pajak penghasilan karyawan) yang selama ini praktis hanya didominasi oleh pekerja di Jakarta.
Kendati demikian, Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai kenaikan UMP yang tinggi tidak akan serta merta mendongkrak total penerimaan pajak secara agregat.
Dia menjelaskan bahwa hubungan antara kenaikan UMP dengan setoran PPh 21 dan PPh Badan (pajak penghasilan korporasi) sangat kompleks. Menurutnya, penggunaan data upah rata-rata sebenarnya lebih ideal untuk memproyeksikan potensi PPh 21 ketimbang sekadar melihat angka UMP.
“Mengapa? Bisa jadi dengan adanya kenaikan UMP, maka jumlah lapangan kerja yang diserap pada 2026 semakin sedikit. Ini dapat terjadi jika upah yang ditetapkan pada dasarnya sudah terlalu tinggi bagi industri,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (24/12/2025).
Fajry memaparkan dua skenario simulasi dengan asumsi omzet usaha tetap. Pertama, jika UMP naik dan industri tetap mempertahankan jumlah tenaga kerja (penyerapan sama) maka penerimaan PPh 21 memang akan naik.
Kendati demikian, terdapat potensi trade-off, yaitu PPh Badan berpotensi berkurang karena beban gaji yang menjadi komponen pengurang penghasilan bruto (deductible expense) membengkak.
Kedua, jika kenaikan UMP direspons industri dengan mengerem rekrutmen atau mengurangi tenaga kerja maka penerimaan PPh 21 akan stagnan, begitu pula dengan PPh Badan.
Hanya saja, Fajry mengakui bahwa dalam jangka pendek, sifat permintaan tenaga kerja cenderung kaku. Perusahaan biasanya membutuhkan waktu untuk melakukan penyesuaian struktur tenaga kerja. “Dalam jangka pendek, kemungkinan besarnya penerimaan PPh 21 akan meningkat,” tuturnya.
Dampak ke Setoran Pajak Korporasi
Lebih lanjut, Fajry menekankan bahwa dampak kenaikan upah terhadap PPh Badan tidak bisa dilihat secara tunggal. Dia menjelaskan bahwa PPh Badan akan menurun apabila kenaikan beban tenaga kerja melebihi kenaikan pendapatan bruto perusahaan. Sebaliknya, jika pertumbuhan pendapatan bruto mampu melampaui kenaikan beban gaji maka setoran PPh Badan tetap bisa terjaga.
Fajry juga meluruskan lini masa dampak penerimaan pajak korporasi. Menurutnya, efek kenaikan UMP 2026 terhadap setoran PPh Badan baru akan tercermin secara riil pada pembukuan tahun pajak 2027. “Sedangkan untuk PPh Badan tahun 2026 lebih ditentukan pada kinerja korporasi pada tahun 2025 ini,” tutup Fajry.
———————-
Artikel berjudul “UMP 2026 Naik, Penerimaan Pajak Ikut Melonjak?
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20251224/259/1939464/ump-2026-naik-penerimaan-pajak-ikut-melonjak




