JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan merevisi aturan pajak kripto, yang selama ini dianggap sebagai komoditas menjadi sebagai instrumen keuangan.
Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menjelaskan bahwa perbedaan mendasar antara pajak komoditas (seperti kopi atau emas) dengan pajak instrumen keuangan (seperti saham atau obligasi) ada pada jenis penguatannya.
“Jika dia [aset kripto] kemudian didefinisikan menjadi surat berharga maka transaksi perdagangan kripto menjadi tidak kena PPN [pajak pertambahan nilai]. Pasti akan menjadi kabar baik bagi industri kripto,” ujar Fajry kepada Bisnis, Rabu (23/7/2025).
Adapun, pajak kripto sebagai komoditas sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 68/PMK.03/2022 dan PMK No. 81/2024. Pemungutan dilakukan dalam setiap transaksi jual-beli dengan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 0,11% dan dan tarif pajak penghasilan (PPh) final 0,1%.
Bedanya, instrumen keuangan masuk ke dalam rezim pajak pasar modal yang di dalamnya terdapat pajak atas keuntungan penjualan aset (capital gain tax) dan pajak atas pembagian laba (dividend tax).
Meski adanya perbedaan jenis penguatan antara komoditas dengan instrumen keuangan, Fajry melihat wacana revisi aturan pajak kripto tidak ada berdampak banyak ke penerimaan negara.
Dia menjelaskan bahwa selama ini penerimaan pajak dari kripto tidak terlalu signifikan. Sejak resmi dipungut per Mei 2022, penerimaan PPN atas transaksi kripto sebesar Rp1,2 triliun hingga 31 Maret 2025.
“Kalau kita bandingkan dengan target penerimaan pajak tahun 2025 [Rp 2.490,91 triliun], sangat tidak signifikan,” jelasnya.
Wacana aturan pajak kripto sendiri pertama kali diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto dalam rapat dengan Komisi XI DPR pada Senin (14/7/2025). Langkah tersebut merupakan bagian dari inisiatif besar untuk memperluas cakupan pemajakan atas transaksi digital yang akan diterapkan secara lebih sistematis mulai 2026.
Bimo kembali menegaskan wacana tersebut usai acara Peluncuran Piagam Wajib Pajak di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan pada Selasa (22/7/2025).
“Coba dilihat kembali, dulu kami mengatur kripto itu sebagai bagian dari komoditas. Kemudian ketika dia beralih kepada instrumen finansial, maka aturannya harus kita sesuaikan,” ungkap Bimo.
Hanya saja, anak buah Sri Mulyani itu belum mau menjelaskan secara detail skema perpajakan kripto sebagai instrumen keuangan itu. Bimo meminta setiap pihak bersabar karena aturannya masih dalam tahap penyusunan.
———————-
Artikel berjudul “Wacana Revisi Aturan Pajak Kripto, Beli Bitcoin Cs Tak Kena PPN Lagi
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20250723/259/1895774/wacana-revisi-aturan-pajak-kripto-beli-bitcoin-cs-tak-kena-ppn-lagi