Ditjen Pajak Bakal Periksa 282 Eksportir Diduga Underinvoicing Rp48 Triliun

JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak akan memeriksa 282 perusahaan yang diduga melakukan praktik underinvoicing alias pelaporan nilai transaksi ekspor yang lebih rendah dari nilai sebenarnya, dengan total nilai pemberitahuan ekspor barang (PEB) Rp47,98 triliun.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto mengaku sudah melaporkan dugaan praktik underinvoicing oleh 282 perusahaan itu ke Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, agar mereka bisa segera melakukan pemeriksaan.

“Setelah ini 282 wajib pajak yang melakukan ekspor serupa itu akan kami periksa, akan kami bukper [pemeriksaan bukti permulaan] dan akan kami sidik sesuai dengan kecukupan bukti awal,” ujar Bimo usai konferensi pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/11/2025).

Dia menjelaskan ada dua modus yang digunakan oleh 282 perusahaan tersebut. Pertama, modus penyamaran komoditas ekspor sebagai fatty matter, kategori yang tidak dikenai bea keluar maupun larangan terbatas ekspor.

Operasi gabungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kepolisian RI (Polri) sendiri sudah mengamankan 87 kontainer berisi produk turunan minyak sawit mentah (CPO), namun dilaporkan sebagai fatty matter. Puluhan kontainer itu sendiri diekspor ke China oleh PT MMS.

Adapun dari data ekspor 2025 menunjukkan terdapat 25 wajib pajak, termasuk PT MMS, yang melaporkan komoditas serupa dengan nilai PEB Rp2,08 triliun. “Potensi kerugian negara, kami estimasi dari Rp2,08 triliun, dari sisi pajak itu sekitar Rp140 miliar,” ungkap Bimo.

Kedua, modus pelaporkan ekspor sebagai POME Oil (HS Code 230690) untuk menghindari kewajiban bea keluar dan pungutan ekspor. Padahal, POME (palm oil mill effluent) sejatinya merupakan limbah cair hasil pengolahan CPO dengan kadar minyak hanya sekitar 0,7% dan tidak layak secara ekonomis untuk diekspor dalam jumlah besar.

Data menunjukkan bahwa volume ekspor POME justru melampaui volume ekspor CPO nasional, serta ditemukan perbedaan signifikan antara data ekspor Indonesia dan data impor negara tujuan (mirror gap).

Bimo mengungkapkan sepanjang 2021-2024, diidentifikasi 257 perusahaan yang diduga melakukaN praktik underinvoicing lewat modus POME, dengan nilai PEB sekitar Rp45,9 triliun. “Ini masih dugaan apakah itu sebenarnya POME atau bukan. Saat ini masih dalam proses investigasi tim di Direktorat Jenderal Pajak [DJP], khususnya di Direkturat Penegakan Hukum di DJP,” jelasnya.

Adapun, jika digabungkan yang menggunakan modus fatty matter dan POME maka total ada 282 perusahaan dengan total nilai PEB sebesar Rp47,98 triliun.

———————-

Artikel berjudul “Ditjen Pajak Bakal Periksa 282 Eksportir Diduga Underinvoicing Rp48 Triliun
dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20251106/259/1926784/ditjen-pajak-bakal-periksa-282-eksportir-diduga-underinvoicing-rp48-triliun