JAKARTA — Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto memastikan bahwa data transaksi mata uang kripto hingga dompet digital akan menjadi objek pertukaran data dalam rangka pertukaran perpajakan secara otomatis alias AEOI.
Bimo menuturkan bahwa pihaknya sedang menggodok regulasi untuk mempertukarkan data transaksi kripto hingga e-wallet dalam rangka automatic exchange of information (AEoI).
Sebelumnya, informasi yang dihimpun Bisnis dari internal pemerintahan menyatakan bahwa rencana itu merespons pola transaksi digital, termasuk kripto yang naik cukup signifikan. Sepanjang tahun 2024, jumlah pengguna aset kripto di Indonesia mencapai 22,91 juta orang, dengan nilai transaksi sebesar Rp650,61 triliun.
Tingginya transaksi kripto ini yang kemungkinan akan dipertukarkan dengan yurisdiksi negara lain, akan menjadi sumber bagi penerimaan negara, terutama jika ditemukan adanya praktik pelanggaran perpajaka.
“Iya, [regulasinya] lagi digodok,” ujar Bimo saat dimintai konfirmasi oleh wartawan usia rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2025)
Bimo menyebut otoritas pajak menargetkan payung hukum itu terbit pada 2026. Menurutnya, regulasi pertukaran data transaksi keuangan itu mengikuti praktik-praktik serupa yang sudah berlaku di negara-negara lain, khususnya yang menjadi anggota dari Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Penerapan pertukaran data kripto hingga e-wallet di Indonesia dalam rangka AEoI itu diakui olehnya menjadi salah satu regulasi yang dipersyaratkan dalam proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD.
“Iya [dalam rangka aksesi] OECD, kan OECD sudah mulai masuk ke digital currency, kemudian masuk ke kripto. Kita jadi harus adjust itu. itu berlaku secara internasional,” terangnya.
Aturan Pertukaran Informasi
Seperti diberitakan sebelumnya, rencana memasukkan mata uang kripto hingga e-wallet tersebut akan dimasukkan dalam peraturan menteri keuangan.
Beleid baru itu untuk menampung perubahan skema pertukaran informasi keuangan dalam amandements to the common reporting standard alias CRS OECD.
Sementara itu, rencana perubahan beleid itu dilakukan melalui perubahan ketiga PMK No.70/2017 yang mengatur tentang petunjuk teknis mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Adapun common reporting standard (CRS) kalau melansir laman resmi DJP adalah standar internasional yang mewajibkan yurisdiksi untuk memperoleh informasi dari lembaga keuangan mereka dan mempertukarkan informasi tersebut secara otomatis dengan yurisdiksi lain secara periodik setiap tahun.
CRS menetapkan informasi rekening keuangan yang akan dipertukarkan, lembaga keuangan yang diwajibkan untuk menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan, cakupan jenis-jenis rekening keuangan dan wajib pajak, serta prosedur identifikasi rekening keuangan (due diligence procedures) yang wajib dilaksanakan oleh lembaga keuangan.
Otoritas pajak, untuk menyesuaikan dengan standar yang baru, akan menambah dan memasukkan sejumlah poin perubahan. Pertama, menambahkan cakupan rekening keuangan yang dilaporkan yang mencakup produk uang elektronik tertentu (Specified Electronic Money Products) dan mata uang digital bank sentral. Kedua, pengaturan untuk mencegah duplikasi pelaporan AEOI CRS dan Crypto-Asset Reporting Framework (CARF).
Ketiga, penyempurnaan aspek pelaporan, meliputi penguatan prosedur identifikasi rekening keuangan; penambahan jenis rekening keuangan yang dikecualikan; penambahan informasi yang dilaporkan.
Penambahan informasi seperti yang disebut dalam poin nomor tiga mencakup tentang informasi apakah Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan Entitas Lain telah menerima pernyataan diri yang valid (valid self-certification) atas pemegang rekening keuangan dan pengendali entitas (controlling person).
Kemudian, informasi peran yang diemban oleh pemegang penyertaan dalam ekuitas (equityinterest) pada Entitas Investasi yang merupakan entitas nonbadan hukum (legal arrangement); informasi prosedur identifikasi rekening keuangan sebagai Rekening Keuangan Lama atau Rekening Keuangan Baru; informasi jenis rekening keuangan yang dilaporkan merupakan rekening simpanan, rekening kustodian, kontrak asuransi, atau penyertaan dalam ekuitas atau utang (equity interest atau debt interest).
Sedangkan yang terakhir adalah informasi rekening keuangan yang merupakan rekening keuangan bersama (joint account) serta jumlah pemegang rekening keuangan dari rekening keuangan bersama dimaksud; penyesuaian informasi terkait peran pengendali entitas (controlling person) menjadi informasi yang harus dilaporkan.
Keempat, penyesuaian format laporan AEOI CRS untuk mengakomodasi informasi yang harus dilaporkan berdasarkan Amended CRS sesuai format dalam Amended CRS XML Schema: User Guide for Tax Administrations yang diterbitkan oleh OECD.
———————-
Artikel berjudul “DJP Bakal Terima Data Transaksi Kripto Lewat AEoI, Aturan Berlaku 2026
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20251117/259/1929497/djp-bakal-terima-data-transaksi-kripto-lewat-aeoi-aturan-berlaku-2026




