JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tidak akan lagi mengenakan tarif lebih tinggi sebesar 20% terhadap pekerja penerima penghasilan yang menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam pelaporan pajaknya.
Syaratnya, NIK milik penduduk Indonesia tersebut telah diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta telah terintegrasi dengan Sistem Administrasi DJP.
Hal tersebut tertuang dalam Pengumuman DJP No. PENG-6/PJ.09/2024 tentang Penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak Pada Sistem Administrasi Perpajakan tertanggal 13 Februari 2024.
“Dalam hal identitas penerima penghasilan… diisi dengan NIK yang telah diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta telah terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak…tarif lebih tinggi…tidak dikenakan atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh terhadap orang pribadi penduduk dimaksud,” tulis poin 7 pengumuman tersebut, dikutip Kamis (15/2/2024).
Sebagaimana diketahui, pemerintah dalam hal ini DJP tengah gencar mendorong masyarakat untuk melakukan aktivasi maupun pemadanan NIK dengan NPWP.
Pasalnya per 1 Juli 2024 mendatang sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/2023, NIK akan valid sebagai NPWP.
Sebelumnya dalam aturan yang tertuang di Undang-Undang No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dikenakan tarif lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP.
Wajib Pajak dikenakan tarif PPh Pasal 21, mulai dari 5% untuk penghasilan sampai dengan Rp60 juta per tahun, hingga maksimal 35% untuk penghasilan di atas Rp5 miliar.
Bila seseorang tersebut tidak memiliki NPWP, maka pajak yang dikenakan tarifnya lebih tinggi 20%. Kini, dengan telah terintegrasinya NIK dengan NPWP, masyarakat yang tidak memiliki NPWP tidak perlu membayar tarif lebih tinggi tersebut.
Pengamat pajak Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar melihat penggunaan NIK yang sudah diaktivasi atau terintegrasi ini menjadi dasar bagi masyarakat tak lagi beralasan tidak membayar pajak karena tidak punya NPWP.
“Sudah tak berkilah tak punya NPWP lagi. Semua orangkan punya NIK. Kecuali, memang sedari awal niatnya tak benar,” turunya kepada Bisnis, Kamis (15/2/2024).
Harapannya, menjadi satu cara untuk menjaring wajib pajak yang selama ini tidak terdeteksi oleh radar DJP.
———————-
Artikel berjudul “DJP: Tarif Pajak Lebih Tinggi 20% Tak Berlaku Jika Ubah NIK Jadi NPWP
“ dikutip dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20240215/259/1741337/djp-tarif-pajak-lebih-tinggi-20-tak-berlaku-jika-ubah-nik-jadi-npwp