(Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN).
Dalam hal transaksi jasa luar negeri, bukti pembayaran PPN ke kas negara berupa Surat Setoran Pajak (SSP) atau Surat Setoran Elektronik (SSE). SSE memiliki fungsi dan substansi yang sama dengan SSP. konsultan pajak di malang. Sementara, SSP merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Ketentuan pembuatan SSP PPN Jasa Luar Negeri diatur di dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan No. 40/PMK.03/2010 (PMK-03/2010).
Seperti yang telah kita ketahui bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak hanya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU No. 42/2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d. UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU PPN). Artinya, Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan apabila Faktur Pajaknya tidak memenuhi persyaratan Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU PPN.
Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan Surat Setoran Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, dengan ketentuan pengisian sebagai berikut:
- Pada kolom Nama WP dan Alamat WP diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean.
- Pada kolom NPWP diisi dengan angka 0 (nol), kecuali kode Kantor Pelayanan Pajak diisi dengan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak.
- Pada kotak Wajib Pajak/Penyetor diisi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak.
(Pasal 6 ayat (2) PMK-03/2010)
Untuk menyatakan bahwa telah membuat SSE dengan menggunakan NPWP perusahaan sendiri, bukan NPWP vendor yang berada di luar daerah pabean Indonesia. Artinya, ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) tidak terpenuhi sehingga SSE sebagai dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak dianggap batal.
Dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN dijelaskan bahwa pengkreditan Pajak Masukan tidak berlaku atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9).
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
(Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN).
Dalam hal transaksi jasa luar negeri, bukti pembayaran PPN ke kas negara berupa Surat Setoran Pajak (SSP) atau Surat Setoran Elektronik (SSE). SSE memiliki fungsi dan substansi yang sama dengan SSP. konsultan pajak di malang. Sementara, SSP merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Ketentuan pembuatan SSP PPN Jasa Luar Negeri diatur di dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan No. 40/PMK.03/2010 (PMK-03/2010).
Seperti yang telah kita ketahui bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak hanya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU No. 42/2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d. UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU PPN). Artinya, Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan apabila Faktur Pajaknya tidak memenuhi persyaratan Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU PPN.
Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan Surat Setoran Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, dengan ketentuan pengisian sebagai berikut:
- Pada kolom Nama WP dan Alamat WP diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean.
- Pada kolom NPWP diisi dengan angka 0 (nol), kecuali kode Kantor Pelayanan Pajak diisi dengan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak.
- Pada kotak Wajib Pajak/Penyetor diisi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak.
(Pasal 6 ayat (2) PMK-03/2010)
Untuk menyatakan bahwa telah membuat SSE dengan menggunakan NPWP perusahaan sendiri, bukan NPWP vendor yang berada di luar daerah pabean Indonesia. Artinya, ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) tidak terpenuhi sehingga SSE sebagai dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak dianggap batal.
Dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN dijelaskan bahwa pengkreditan Pajak Masukan tidak berlaku atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9).
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
(Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN).